Suara.com - Profesi sebagai content creator kini banyak dilirik. Masyarakat menganggap, cuan dari bidang ini bakal bisa mengalahkan pendapatan dari kerja kantoran, misalnya.
Benarkah begitu?
Seorang content creator, Sendy Wilson, berbagi pengalamannya menekuni bidang ini sejak awal hingga saat ini bisa mulai menangguk cuan.
Hobi makan! Itu alasan utama yang melatarbelakangi Sendy terjun menjadi food blogger. Pemilik akun Instagram dan TikTok @ajakmakan ini mengaku, waktu awal mula terjun ke dunia konten kreator sekitar tahun 2016, karena ia memang hobi makan. Akibat hobinya ini, bobot tubuhnya saat itu mencapai 90 kilogram.
Baca Juga: 5 Peluang Dapat Cuan dari Hobi Desain, Jangan Sia-siakan
“Aaktu awal main IG, saya sering posting foto atau video makanan di berbagai tempat, karena saya memang hobi makan. Sama sekali nggak terpikir untuk menghasilkan uang dari sini. Tapi lama-kelamaan, saya melihat potensi di IG bisa mendatangkan income, mulailah saya serius menggarap konten saya,” ujar pemuda kelahiran Jakarta, 18 Juli 1991 ini.
Keseriusan Sendy menggarap konten membuahkan hasil. Terbukti, akun @ajakmakan di Instagram sudah memiliki 178 ribu pengikut.
“Saya merasa, platform IG ini sudah menjadi comfort zone saya. Sebaliknya, kalau untuk membuat konten di Youtube, saya malah nggak punya passion ke arah sana. Begitupun dengan TikTok, baru tahun 2022 lalu saya buat akun. Itu pun karena dipaksa Aily, kawan saya sesama konten kreator,” katanya.
Ditolak Ngonten di Warung Manado
Sebagai seorang food blogger, konten Sendy di Instagram maupun di TikTok lebih mengulik makanan ala kaki lima, seperti bakso, mie ayam, gado-gado, sate ayam, dan sebagainya.
Yang menarik, hampir di semua konten yang dipostingnya, Sendy jarang sekali menampakkan wajahnya. Hal ini ia maksudkan untuk mengarahkan viewer agar lebih fokus ke makanannya, mulai dari proses memasaknya, hingga bumbu-bumbu apa yang digunakan.
Baca Juga: Ubah Hobi Jadi Cuan, Ini 5 Tips Memulai Bisnis Tanaman Hias
Untuk berburu menu makanan yang akan dijadikan konten, Sendy meluangkan waktu khusus dalam satu minggu. Waktu tersebut hanya ia gunakan untuk berburu konten.
Biasanya ia mendatangi tempat makan yang sedang viral atau mencari referensi sendiri makanan apa yang cocok dijadikan konten. Kalau memang bukan menyangkut endorsement, kata Sendy, mempromosikan makanan yang ia datangi sendiri itu free, alias tanpa dipungut biaya.
Tapi tidak berarti semuanya berjalan mulus. Sendy pernah ditolak untuk ngonten di sebuah warung yang menjual masakan Manado.
“Saya pernah punya pengalaman mau ngeliput untuk konten, malah nggak dikasih izin sama yang punya warung. Padahal jualannya di garasi rumah dan tempatnya sepi gitu. Akhirnya, saya beli makanannya dan makan di rumah. Ternyata rasanya not bad, enak. Sayangnya malah nggak mau dipublikasikan,” cerita Sendy.
Kini Sendy memang sudah merasakan manisnya cuan dari profesi konten kreator yang digelutinya. Ia mengaku, dalam satu bulan, ia menerima minimal 20 endorsment.
Bahkan kalau hari-hari besar keagamaan, seperti Idul Fitri, Natal, dan Imlek, endorsement-nya bisa mencapai hingga 30-an.
“Ada yang produknya dikirim ke rumah, ada juga yang mengundang kita visit ke lokasi jualannya. Biasanya, kalau menjelang Idul Fitri, Natal dan Imlek, permintaan endorsement untuk produk makanan meningkat pesat,” ungkap pemuda yang hanya mengandalkan iPhone dan perangkat lighting dalam membuat konten ini.
Tidak dipungkiri, persaingan konten kreator, khususnya food blogger, makin marak. Tapi pemuda yang memanfaatkan waktu luang untuk nge-gym ini punya trik untuk menghadapi persaingan tersebut.
“Resepnya, kita harus kreatif, inovatif, dan mengikuti perkembangan jaman. Jangan hanya posting foto-foto, tapi harus sudah main di video juga. Satu lagi, harus rajin posting biar muncul di explore,” kata konten kreator yang dalam satu hari rutin memposting antara satu hingga tiga konten ini.