Richard menyadari bahwa dia tidak termasuk menjadi subyek PP 21 ini karena usianya yang sudah melewati batas, namun dia berharap Pemerintah dapat memikirkan solusi terbaik dan terjangkau, terlebih dia yang lahir dari ibu WNI, agar tidak disamakan dengan WNA murni.
Richard yang menyelesaikan pendidikan dari RMIT University ini juga mengimbau kepada anak-anak berkewarganegaraan ganda lainnya untuk bisa memanfaatkan waktu satu tahun jika mereka ingin menjadi WNI.
Sebagai penutup, Ketua APAB, Nia Schumacher mengapresiasi PP yang dikeluarkan Pemerintah sebagai bagian dari upaya perlindungan pemerintah terhadap anak-anak dari keluarga perkawinan campuran.
Namun jika melihat dari diskusi pembahasan hari ini, dengan sisa waktu yang tinggal 1 tahun mungkin tidak cukup, mengingat pemahaman terhadap PP ini belum begitu menyeluruh.
Di sisi lain, masih banyak anak-anak lain yang tidak termasuk dalam PP ini, dan ketika mereka ingin memilih kewarganegaraan Indonesia, harus menempuh naturalisasi.
“Padahal mereka adalah bagian dari keluarga Indonesia, namun proses naturalisasinya disamakan dengan WNA murni. Bukan hanya prosesnya yang tidak mudah, namun biaya yang harus dikeluarkan pun tidak sedikit," ucap Nia.
Nia berharap Pemerintah juga dapat memikirkan nasib anak-anak ini. Jika tidak, banyak potensi dari anak-anak tersebut bisa hilang dari negara ini.