Suara.com - Dalam rangka kampanye Gerakan Nasional Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama dengan Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi menyelenggarakan Workshop Literasi Digital, Rabu, 12 April 2023, di Gedung Serbaguna Galaxy, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Tema yang diangkat adalah “Bijak dan Cakap Menghadapi Hoaks di Media Sosial” dengan menghadirkan narasumber Koordinator Program Literasi Digital Kementerian Komunikasi dan Informatika Rizki Ameliah, key opinion leader Iris Wullur dosen Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Yanti Dwi Astuti dan Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Bogor Rahmat Hidayat.
Adapun pembicara kunci dalam webinar ini adalah Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo Samuel Abrijani Pangerepan dan Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto.
Dalam sambutannya, Bima Arya menyampaikan, saat ini dunia maya telah banyak mengambil peran dari dunia nyata. Oleh karena itu, saat ini sangat penting untuk mengembalikan nilai-nilai luhur di dunia nyata ke dunia maya lewat kemampuan literasi yang baik. Menurut dia, literasi bukan hanya soal membaca, tetapi juga bagaimana memahami dan mengerti.
Baca Juga: 5 Cara Menghentikan Kebiasaan Doomscrolling, Waktumu Lebih Berharga!
“Artinya, kita harus bisa berkomunikasi dengan baik, memilah dan memilih informasi yang benar, serta menebar inspirasi. Generasi muda harus didorong untuk gemar membaca, berilmu, dan berwawasan. Termasuk berpikir terbuka dan adaptif terhadap perubahan,” ucapnya.
Sementara itu, mengawali webinar, Yanti Dwi Astuti menguraikan arti hoaks, yaitu suatu cerita bohong, informasi palsu, yang bertujuan untuk mempermainkan, memperdaya, dan menipu. Hoaks bisa digunakan untuk tujuan lelucon, tetapi juga sering dipakai untuk tujuan yang serius. Misalnya, dalam dunia politik, hoaks digunakan untuk pencitraan atau menjatuhkan citra seseorang maupun kelompok.
Yanti juga menjelaskan klasifikasi hoaks yang terbagi menjadi tujuh macam. Ketujuh macam tersebut adalah (1) satire/parodi, yaitu konten yang mengecoh meski tidak berniat jahat; (2) false connection, yaitu konten yang memiliki isi berbeda dengan judul; (3) false context, yakni konten disajikan dengan narasi keliru; (4) misleading content, yaitu konten yang dipelintir untuk menjelekkan sesuatu; (5) imposter content, yakni konten yang mencatut nama tokoh publik tertentu; (6) manipulated content, yaitu konten yang sudah diubah untuk mengecoh; dan (7) fabricated content atau konten yang 100 % palsu.
“Agar cerdas menangkal hoaks di media sosial, bisa dilakukan dengan tidak menyebarkan berita sebelum memeriksa kebenarannya, berhati-hati terhadap judul berita yang provokatif, segera mengadukan ke pihak berwenang apabila menemukan hoaks,” tuturnya.
Rahmat Hidayat menambahkan, hoaks hanya memproduksi kerugian waktu dan uang, pengalihan isu, penipuan publik, serta pemicu keresahan dan kepanikan publik. Mengutip sebuah survei, hoaks banyak disebarkan lewat situs (34,9 %); aplikasi percakapan (62 %); serta di media sosial yang mencapai 92,4 %.
Bahkan, Kominfo mencatat sebanyak 800.000 situs di Indonesia terindikasi sebagai penyebar hoaks dan ujaran kebencian.
“Hoaks meningkat sangat tajam secara lokal, regional dan nasional pada moment Pemilihan Umum baik di level nasional maupun daerah. Hoaks memiliki cakupan populasi yang besar dalam lima sampai enam kali tweet, dan berpotensi lebih besar secara eksponensial,” ujarnya.
Workshop Literasi Digital ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam program Indonesia Makin Cakap Digital yang diinisiasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi.
Informasi lebih lanjut mengenai literasi digital dan info kegiatan dapat diakses melalui website info.literasidigital.id, media sosial Instagram @literasidigitalkominfo Facebook Page dan Kanal Youtube Literasi Digital Kominfo.