Suara.com - Turnitin, penyedia solusi integritas akademik, akan mengaktifkan kemampuan AI-nya dalam mendeteksi tulisan. Teknologi ini mengidentifikasi penggunaan peranti penulisan berbasis AI termasuk ChatGPT, dengan tingkat kepercayaan 98 persen, yang memungkinkan para pengajar menganalisis dan meninjau keaslian karya akademik.
Turnitin mulai menggarap kemampuan deteksi untuk GPT3, teknologi yang mendasari banyak aplikasi penulisan berbasis AI, sejak sekitar dua tahun sebelum ChatGPT dirilis.
Dikembangkan untuk membantu pengajar dan lembaga akademik mengidentifikasi keberadaan teks yang dihasilkan AI dalam tulisan siswa, kemampuan Turnitin mendeteksi tulisan AI diintegrasikan ke dalam sistem Turnitin yang ada dan dapat diakses melalui sistem manajemen pembelajaran. Yang terpenting, para pengajar yang telah menggunakan Turnitin tidak memerlukan langkah tambahan untuk mengaktifkannya.
Lebih dari 10.700 lembaga pendidikan dan lebih dari 2,1 juta pengajar akan dapat dengan cepat dan mudah mengevaluasi keberadaan teks yang dihasilkan AI dalam dan memberikan umpan balik dalam alur kerja Turnitin yang mereka gunakan saat ini.
Baca Juga: Mengapa Oppo Enco Buds 2 Masih Layak Dibeli di Tahun 2023? Temukan Jawabannya di Sini!
Detektor AI Turnitin memberikan ukuran evaluatif tentang berapa banyak kalimat dalam tulisan yang dikirim yang bisa jadi dihasilkan oleh kecerdasan buatan, yang dapat digunakan pengajar untuk menentukan apakah peninjauan, penyelidikan, atau diskusi lebih lanjut dengan siswa diperlukan. Kemampuan deteksi tulisan AI Turnitin tersedia dalam produk dan solusi yang sudah ada, termasuk: Turnitin Feedback Studio (TFS), TFS with Originality, Turnitin Originality, Turnitin Similarity, Simcheck, Originality Check, dan Originality Check+.
“Para pengajar mengatakan pada kami bahwa kemampuan mendeteksi teks tertulis buatan AI secara akurat adalah prioritas pertama mereka saat ini. Mereka harus dapat mendeteksi AI dengan kepastian yang sangat tinggi untuk menilai keaslian karya siswa dan menentukan cara terbaik untuk langkah penanganannya,” kata CEO Turnitin, Chris Caren.
“Sama pentingnya bagi mereka agar teknologi pendeteksian itu menjadi bagian mulus dari alur kerja yang sudah ada, yang telah kami tindak lanjuti dengan mengintegrasikan kemampuan pendeteksian AI ke dalam solusi Turnitin,” tambahnya.
Menurut James Thorley, Wakil Presiden Regional Turnitin Asia Pasifik, akademisi, pengajar, dan administrator universitas di Asia Tenggara sangat menyadari potensi dampak peranti AI seperti ChatGPT di wilayah tersebut.
"Para pengajar di Indonesia menyadari peranti AI dapat berdampak terhadap kualitas pekerjaan siswa dan pengalaman belajar. Namun, sementara komunitas menganggap bahwa peranti AI juga dapat menjadi kekuatan untuk kebaikan, ketergantungan yang tinggi pada teknologi dapat menghambat pemikiran kritis dan integritas akademik yang merupakan nilai inti untuk pengembangan masyarakat," jelas Thorley.
Baca Juga: Pegadaian Borong Penghargaan di Ajang Digitech Award 2023