Pembicaraan di kelas kursus Bahasa tersebut kemudian berlanjut melebar sampai menjadi bahan bahasan di WWF Mackay dan WWF Federal, serta seruan dan permintaan dukungan oleh PARKI kepada cabang-cabang WWF di seluruh Australia untuk melakukan pemboikotan terhadap semua kapal Belanda. Ini terjadi pada bulan September 1945. (halaman 379) (Catatan : “decisive approach” yang dilakukan PARKI menyerukan pemboikotan ini diungkapkan juga oleh Mr. Rupert Lockwood, seorang wartawan Australia dan sekaligus sejarawan WWF Australia, dan secara detail menguraikanya dalam bukunya “Black Armada”).
Dalam buku ini terlihat bagaimana Kadiroen dari seorang pegawai yang rajin dan patuh, berubah menjadi seorang pejuang politik nasionalis yang tanpa kompromi, mencita-citakan Indonesia merdeka. Bagaimana keseharian kehidupannya di Jawa sampai tahun 1928 (saat dibuang ke Boven Digul) membentuk dia menjadi seorang yang konsisten dan tahan uji.
Berbagai tekanan dan kesulitan hidup terhadap dirinya dan keluarganya di tanah pembuangan Kamp Konsentrasi Tanah Merah dan Tanah Tinggi sama sekali tidak membuatnya bergeming sedikitpun terhadap perjuangannya untuk Kemerdekaan Indonesia.
Konsistensi sikap Kadiroen ini tercermin dalam kata-kata yang dia tuliskan di halaman 192 : “…………sedikitpun tidak pernah terlintas dalam pikiran atau angan-angan ingin mengabdikan diri kepada yang berkuasa, baik dengan alasan taktik atau siasat atau entah apa lagi, dengan harapan supaya diampuni. Yang ada adalah tekad ingin mencoba menjalani sampai bagaimana akhirnya lakon saya ini. Ibarat orang berjalan saya akan berjalan terus sampai ujung perjalanan. Sampai ke batas…..”