Suara.com - Dalam rangka kampanye Gerakan Nasional Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama dengan Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi menyelenggarakan Workshop Literasi Digital, Jumat, 17 Maret 2023, di Jawa Barat.
Tema yang diangkat adalah “Mengenal Lebih Jauh Chat GPT (Chatbot Berbasis AI)” dengan menghadirkan narasumber Founder Zeotech.co.id, Muhammad Arifin, Dosen STIKOSA AWS dan Bendahara Relawan TIK Surabaya E Rizky Wulandari dan Dosen FIKOM UP & Anggota Japelidi Diana Anggraeni.
Berdasarkan Survei Indeks Literasi Digital Nasional Indonesia yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Katadata Insight Center pada tahun 2021 disebutkan bahwa Indonesia masih berada dalam kategori “sedang” dengan angka 3.49 dari 5,00. Dalam merespons hal tersebut, Kemenkominfo menyelenggarakan “Workshop Literasi Digital” dengan materi yang didasarkan pada empat pilar utama literasi digital, yaitu kecakapan digital, etika digital, budaya digital, dan keamanan digital.
Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G Plate yang memberikan sambutan secara daring menyampaikan bahwa selain membangun infrastruktur digital, pusat-pusat data, dan telekomunikasi di seluruh Indonesia. Kemenkominfo juga secara langsung mengadakan sekolah vokasi untuk menghasilkan tenaga kerja yang bertalenta digital.
Baca Juga: Mengenal Silicon Valley Bank yang Menjadi Andalan Startup Dunia
“Kemenkominfo menyiapkan program-program pelatihan digital pada tiga level, yaitu Digital Leadership Academy yang merupakan program sekolah vokasi dan pelatihan yang diikuti oleh 200-300 orang per tahun bekerja sama dengan delapan universitas ternama di dunia. Digital Talent Scholarship sebagai program beasiswa bagi anak muda yang ingin meningkatkan kemampuan dan bakat digital. Dan yang terakhir Workshop Literasi Digital yang dapat diikuti secara gratis bagi seluruh masyarakat di Indonesia,” tutur Johnny.
Muhammad Arifin mengawali paparannya tentang kecerdasan buatan. Dalam definisinya, kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) adalah simulasi kecerdasan manusia yang diterapkan ke dalam sistem komputer atau perangkat mesin lain, sehingga komputer tersebut mampu berpikir layaknya manusia. Penerapan AI sudah begitu banyak dalam dunia digital, seperti di media sosial, mesin pencari, aplikasi translator, peta digital, kamera ponsel cerdas, video gim, platform e-dagang, maupun di ragam aplikasi percakapan.
“Adapun Chat GPT yang saat ini sedang populer adalah aplikasi yang dibuat oleh perusahaan riset kecerdasan buatan (OpenAI) yang didirikan pada 2015. Sejarah OpenAI berawal dari keprihatinan sekelompok pakar teknologi terhadap potensi bahaya yang ditimbulkan oleh kecerdasan buatan,” ucap Arifin.
Chat GPT, menurut Arifin, memiliki sejumlah kelebihan, antara lain menjawab berbagai pertanyaan, membuat pemrograman, membuat analisis, menciptakan lagu, menulis puisi, membuat lelucon, maupun membuat makalah atau esai. Namun, imbuhnya, aplikasi pintar ini bisa menolak pertanyaan yang tidak etis atau kurang pantas.
Sementara itu, Rizky Wulandari mengingatkan sisi bahaya dari aplikasi Chat GPT tersebut. Menurut dia, Chat GPT mampu membuat malware tanpa henti, phishing, maupun dipakai untuk mengakali sebuah ujian. Aplikasi ini juga mampu menggantikan peran penulis lantaran mampu menjawab pertanyaan apapun dengan baik dan memiliki struktur yang rapi.
Baca Juga: Ramai Bahas ChatGPT, Memang Apa Sih Gunanya?
“Kehadiran Chat GPT mengkhawatirkan banyak orang. Sebab, aplikasi ini bisa dipakai untuk menjawab pertanyaan tes atau dikhawatirkan menipu pengguna aplikasi kencan online,” ucapnya.