Suara.com - Hari Pekerja Rumah Tangga (PRT) Nasional yang berlangsung 15 Februari 2023 diwarnai aksi dan desakan untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).
Desakan ini juga disampaikan Dewan Pengurus Pusat Perempuan Bangsa dalam Diskusi "Pengesahan RUU PPRT Solusi Problem Pekerja Rumah Tangga di Indonesia" pada Rabu (15/2).
"Kami mendesak agar RUU PPRT segera disahkan menjadi Undang-undang sebelum masa sidang DPR berakhir. Tanggal 15 Februari 2023 merupakan momentum Peringatan Hari Pekerja Rumah Tangga Nasional, sudah selayaknya PRT sebagai sektor informal memperoleh haknya yang dilindungi oleh UUD 1945," kata Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa, Siti Mukaromah.
Agar desakan ini efektif, Erma meminta kepada semua kalangan untuk memberikan dukungan penuh terhadap pengesahan RUU ini. Sebab, menurutnya, PRT menjadi pekerjaan sektor informal yang bersifat domestik dan privat dengan pola hubungan kerja kultural.
Dengan karakteristik seperti itu, maka tidak ada pengawasan dan perlindungan terhadap mereka. Sehingga sektor informal ini termasuk dalam kelompok rentan.

Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Abdul Muhaimin Iskandar, mengatakan bahwa pembahasan RUU PPRT sudah terlampau lama.
"Apalagi mencuatnya kasus-kasus kekerasan terhadap PRT sudah seharusnya menjadi dasar urgensi pembahasan RUU PPRT," tambah Muhaimin yang juga Wakil Ketua DPR ini.
Hal yang sama diungkapkan Anggota Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Anis Hidayah. Menurutnya, Komnas HAM seringkali menerima pengaduan mengenai perlakuan tidak layak yang dialami PRT.
"Perlakuan tidak manusiawi, waktu istirahat tidak memadai, gaji rendah, tidak memperoleh libur ataupun cuti. Bahkan kerap mengalami kekerasan," kata dia.
Baca Juga: Gus Muhaimin: Perlu Ada Gerakan Masif Dukung Pengesahan RUU PPRT
Anggota Badan Legislasi DPR RI, Luluk Nurhamidah, menyebutkan bahwa konstitusi sebenarnya sudah memuat perlindungan terhadap seluruh warga negara Indonesia dalam hal penghidupan yang layak.