Suara.com - Pada masa pemerintahannya, Presiden Joko Widodo telah menyuarakan keteguhannya agar Indonesia menjadi poros maritim dunia. Indonesia terdiri dari 17.504 pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas hingga Rote. Total wilayah Indonesia sekitar 7,81 juta kilometer persegi, yang mana 5.80 km2 adalah lautan atau 67 persen wilayah Indonesia adalah lautan.
Pengamat Maritim dari Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas Strategic Center (IKAL SC), Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa menyebutkan, untuk mewujudkan hal tersebut, terutama dengan kaitannya untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, maka kehadiran Undang-undang Daerah Kepulauan yang merupakan infrastruktur kemaritiman perlu dijadikan poin utama dalam visi Indonesia maju 2045.
"UU ini penting untuk mewujudkan tingkat kesejahteraan rakyat Indonesia yang lebih baik dan merata, dengan kualitas manusia yang lebih tinggi, ekonomi Indonesia yang meningkat menjadi negara maju dan salah satu dari 5 kekuatan ekonomi terbesar dunia, dan pemerataan yang berkeadilan di semua bidang pembangunan, dalam bingkai NKRI yang berdaulat dan demokratis," ujarnya, Senin (6/2/2023).
Belum hadirnya Undang-undang Daerah Kepulauan di tengah masyarakat menurut pandangan Capt. Hakeng dapat menimbulkan sejumlah kerugian. Pertama, kurangnya perlindungan, karena tanpa adanya undang-undang yang mengatur tentang pengelolaan kepulauan, maka masyarakat pulau mungkin tidak memiliki perlindungan yang memadai terhadap hak-hak mereka dan lingkungan sekitarnya.
Baca Juga: 4 Permasalahan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia yang Harus Segera Dibenahi
Kedua, konflik sumber daya. Tanpa adanya regulasi yang jelas, maka dapat terjadi konflik antar masyarakat atau antar pihak yang berkepentingan terkait dengan pemanfaatan sumber daya kepulauan yang berada disekitarnya.
Ketiga, kurangnya pengembangan. Tanpa adanya undang-undang yang memfasilitasi pengembangan ekonomi dan sosial, maka masyarakat pulau mungkin kurang berkesempatan untuk memperoleh manfaat dari potensi pengembangan yang ada.
Keempat, kerusakan lingkungan. Tanpa adanya regulasi yang membatasi aktivitas yang merugikan lingkungan, maka dapat terjadi kerusakan lingkungan yang besar dan sulit dikembalikan.
Kelima, kurangnya pemahaman. Tanpa adanya undang-undang yang memfasilitasi pendidikan dan sensitisasi terhadap pentingnya pengelolaan kepulauan, maka masyarakat pulau mungkin kurang memahami bagaimana mereka dapat berperan dalam pengelolaan kepulauan secara bijaksana.
"Undang-undang ini bertujuan untuk memastikan bahwa sumber daya alam pulau-pulau tersebut digunakan dengan bijak dan tidak merugikan masyarakat setempat atau lingkungan. Selain itu, undang-undang ini juga bertujuan untuk memperkuat ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pulau-pulau tersebut, serta memastikan perlindungan lingkungan," jelas Hakeng.
Baca Juga: Kuat dan Solid, Kunci Agar RI Jadi Poros Maritim Dunia
Dalam proses pembuatannya, ia juga mengingatkan pemerintah untuk dapat melakukan langkah-langkah, sehingga tetap memenuhi semua syarat formil maupun materiil pembuatan undang-undang itu sendiri.
"Pengesahan RUU Daerah Kepulauan juga dapat mendukung program Tol Laut yang dicanangkan Jokowi," tambahnya.
Rancangan Undang-undang Daerah Kepulauan atau RUU Daerah Kepulauan telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022 di DPR, namun hingga awal tahun ini belum ada perkembangan.