Suara.com - Setiap tahun, pasar saham mengenal January Effect, yaitu kondisi naiknya harga saham pada Bulan Januari di awal tahun. Pengaruh January Effect terhadap pasar saham menjadi fenomena yang berulang.
Para analisis mengatakan, fenomena ini umumnya terjadi karena para investor kembali melakukan entry atau pembelian kembali saham-saham yang sempat dijual pada Desember sebelumnya.
Selain itu, setiap investor berharap, awal tahun akan menjadi tahun yang baik untuk perekonomian, sehingga melakukan investasi sebagai bentuk realisasi terhadap resolusi awal tahun baru.
Mengawali 2023, January Effect diprediksi terjadi tahun ini, yang didukung oleh dampak pandemi yang sudah mereda dan dicabutnya status PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) oleh Presiden Joko Widodo.
Baca Juga: Pasar Saham Dunia Bersiap Hadapi Pekan Terburuk Sejak Awal Pandemi COVID-19
Melansir data Bursa Efek Indonesia (BEI) pada penjualan Selasa (17/1/2022), IHSG ditutup menguat 1,19% ke level 6.767,34. Indeks kembali ke atas 6.700 setelah terus bergerak di kisaran 6.600, bahkan sempat turun ke level 6.500, dalam delapan hari terakhir berturut - turut.
Meskipun demikian, para investor masih dalam tahap mengamati atau wait and see, apakah dalam 1 minggu kedepan momentum Januari Efect akan benar terjadi atau tidak. Investor mulai mencermati berbagai sektor, seperti sektor pertambangan, energi, barang konsumsi, hingga bahan baku, sektor perbankan, emiten dengan lini bisnis batu bara yang dinilai masih memiliki potensi di 2023.
Tidak hanya itu, faktor eksternal seperti pelonggaran zero covid policy di China dan krisis energi global yang disebabkan oleh perang Rusia-Ukraina, yang ditambah momentum persiapan Pemilu 2024, termasuk dinamika politik yang menyertainya, dan potensi perang dagang baru antara Uni Eropa dengan Amerika Serikat tentunya akan mempengaruhi kondisi pasar pada 2023.
Marvin Camangeg, Advisory Partner Grant Thornton Indonesia mengatakan, “January Effect adalah salah satu produk anomali perdagangan pasar saham, yang bisa muncul bisa juga tidak. Meski paparan berbagai teori dan strategi tentang January effect sudah ada, tetapi tidak ada jaminan akan tingkat pengembalian akan kebal terhadap potensi kerugian. Maka dari itu, akan jauh lebih aman untuk tetap menyikapi January effect dengan bijaksana”.
Untuk dapat memanfaatkan January Effect dengan baik, investor harus memiliki strategi yang tepat. Berikut strategi investasi dari Grant Thornton Indonesia yang dapat dilakukan untuk memanfaatkan momen January Effect antara lain:
Baca Juga: Aplikasi SPOT Sucor Sekuritas Mungkinkan Calon Nasabah Registrasi Tabungan BRI Kurang dari 10 Menit
1. Melakukan Pembelian Saham pada Awal Januari
Investor dapat melakukan pembelian saham di awal bulan atau hold saham dari bulan sebelumnya untuk memanfaatkan kenaikan harga di bulan Januari. Strategi dapat dilakukan dengan memilih saham-saham yang dianggap memiliki prospek pertumbuhan baik, seperti saham perusahaan yang memiliki kinerja positif atau saham perusahaan yang sedang mengalami pertumbuhan penjualan yang tinggi.
2. Diversifikasi Investasi
Investor dapat membeli berbagai jenis saham dari perusahaan yang berbeda sektor dan kapitalisasi pasar, sehingga jika terjadi penurunan harga saham pada sektor tertentu, kerugian yang diderita bisa tertutupi oleh kenaikan harga saham di sektor lain.
Dengan demikian, investor dapat mengantisipasi fluktuasi harga saham yang terjadi pada bulan Januari, dan yang terpenting tetap pastikan selalu melakukan analisa fundamental dan teknikal sebelum membeli saham tertentu.
3. Alokasikan Dana Cadangan
Investor juga harus mengalokasikan dana cadangan untuk antisipasi fluktuasi harga saham yang terjadi sepanjang Januari. Dana ini dapat dimanfaatkan, nantinya untuk membantu investor jika membutuhkan dana darurat sehingga tetap bisa bertahan di pasar saham sambil memantau kenaikan harga saham yang ditargetkan.
“January Effect 2023 masih dibayangi oleh sejumlah sentimen global setelah tren kenaikan suku bunga mendominasi pasar sepanjang 2022. Maka dari itu, penting bagi investor untuk tetap memantau kondisi makro ekonomi, fundamental emiten pilihan, membuat profil risiko dan tujuan investasi,” tutup Marvin.