Suara.com - Batik dan tenun merupakan produk berbasis nilai lokal dan identitas Bangsa Indonesia, industri kreatif dan unggulan Indonesia. Industri ini sangat terdampak karena pandemi Covid-19 yang lalu. Asosiasi Pengrajin dan Pengusaha Batik Indonesia, merilis jumlah pengrajin yang masih bisa berproduksi tinggal 25% (32,895) dari total 151,565 saat pandemi Covid-19. Untuk itu, pelaku usaha batik dan tenun membutuhkan solusi berbasis inovasi dalam new normal saat ini.
Di tengah situasi ini, peluang yang bisa dilakukan adalah inovasi produk dan pasar menggunakan inovasi digital untuk memanfaatkan peluang pasar ditengah situasi pandemi Covid-19. Millennial menjadi segmen pasar potensial karena jumlah mereka relatif besar (60% dari populasi Indonesia), kemampuan ekonomi yang cukup lebar, namun mereka memiliki preferensi produk yang berbeda.
Program Matching Fund Kedaireka ini merupakan salah satu terobosan Link & Match berbasis inovasi dengan tema “Millenial Batik & Tenun Eco-fashion: Narasi Dibalik Kolaborasi Karya Kreatif”. Inovasi ini, fokus pada produk eco-fashion ready to wear yang memperkuat makna/nilai di balik batik dan tenun, memanfaatkan inovasi digital, dan segmen millenial. Produk batik dan tenun ecofashion ini untuk memenuhi selera anak muda yang energik, fleksibel, kreatif, dan sekaligus membawa misi regenerasi batik dan keberlanjutan lingkungan.
Karya kreatif ini perlu dipublikasikan agar dikenal oleh para millenial dan publik pada umumnya. Salah satu bentuk publikasi dan advokasi melalui fashion show. SpotLight Indonesia yang diusung Indonesian Fashion Chamber (IFC) tanggal 1-4 Desember selaras dengan tujuan dari program Matching Fund Kedaireka.
Baca Juga: Motif Parang, Irfan Hakim Pakai Batik yang Dilarang di Pernikahan Kaesang?
Dalam exhibition dan fashion show Spotlight Indonesia dipersembahkan karya kolaborasi kreatif ini berupa 6 mini collection batik terdiri dari 44 look yang dihasilkan dari karya kain batik 8 klaster batik dari Parahita Craft, Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Kabupaten Magelang, Kabupaten Pati, Kabupaten Batang, Kabupaten Klaten, dan Kota Surakarta. Karya kreatif batik milenial ini mengusung ide ecofashion for sustainability yang diterjemahkan dalam ide desain, antara lain upcycling design, zero waste design, natural dye, dan one zise fits all.
Program ini merupakan inisiasi dari Universitas Kristen Satya Wacana yang berkolaborasi dengan Universitas Bina Nusantara, Universitas Negeri Semarang, dan Universitas Sebelas Maret bersama Dunia Usaha dan Industri (DUDI) yang diwakili oleh Indonesia Fashion Chamber Chapter Semarang, Parahita Craft, dan Suara Merdeka. Ada 120 DUDI batik dan tenun sebagai penerima manfaat langsung.
Melalui perhelatan Spotlight Indonesia ini diharapkan dapat mempromosikan karya kreatif Millenial Batik dan Tenun Ecofashion kepada para milenial dan masyarakat pada umumnya, sekaligus sebagai ruang dialog mengajak anak muda sebagai pelopor dalam menggunakan dan mempromosikan batik dan tenun ecofashion kepada masyarakat Indonesia dan dunia. Gerakan bersama ini diharapkan secara bertahap mewujudkan iklim usaha yang kondusif bagi sektor batik dan tenun serta usaha kreatif turunannya