Gandeng BPJamsostek, RS Pelni Jadi Rumah Sakit BUMN Pertama yang Jadi Rujukan Layanan Return To Work

Iman Firmansyah Suara.Com
Selasa, 13 Desember 2022 | 13:30 WIB
Gandeng BPJamsostek, RS Pelni Jadi Rumah Sakit BUMN Pertama yang Jadi Rujukan Layanan Return To Work
Peresmian layanan jaminan kecelakaan kerja Return to Work (RTW) di RS Pelni, Selasa (13/12/2022). (Dok: RS Pelni)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - BPJamsostek bersama RS Pelni dan PT Orthocare Indonesia meresmikan layanan jaminan kecelakaan kerja Return to Work (RTW) yang merupakan perluasan manfaat pada Program Jaminan Kecelakan Kerja (JKK) BP Jamsostek.

Direktur Utama PT RS Pelni, dr. Dewi Fankiningdyah Fitriana, MPH menjelaskan, RS Pelni sudah bekerjasama dengan BPJS cukup lama. Sebelumnya rumah sakit Pelni merupakan rumah sakit Pusat Layanan Kecelakaan Kerja BPJamsostek.

“Program RTW adalah pengembangan dari layanan BPJS. Tujuan dari implementasi program ini adalah meningkatkan kualitas hidup pasien yang mengelami kecelakaan kerja, sehingga mereka bisa kembali bekerja. Rumah sakit Pelni berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik bagi peserta BP Jamsostek dengan didukung oleh fasilitas modern dan dokter spesialis kami yang berpengalaman,” jelas dr. Dewi, Selasa (13/12/2022).

Dokter spesialis ortopedia RS PELNI, dr. Fajar Mahda SpOrt memaparkan, kecelakaan bisa terjadi kapan saja. Musibah tidak pernah kita prediksi datangnya. Demikian juga kecelakaan saat berkerja yang skalanya bisa ringan hingga membahayakan. Beberapa kecelakaan kerja menghasilkan kecacatan seperti kehilangan anggota badan jari, tangan, atau kaki.

Baca Juga: Pertamedika IHC Raih 3 ISO Sistem Manajemen Lingkungan

Ia menjelaskan bahwa jumlah kasus pasien kecelakaan kerja yang berobat ke RS Pelni dari Januari-Desember adalah 184 kasus atau 3-4 kasus per minggu dengan pasien terbanyak adalah pasien laki-laki pengendara motor. “Pertanyaan yang ditanyakan pasien adalah: Bisakah saya kembali bekerja? Karena kebanyakan pasien kecelakaan kerja adalah usia produktif dan pencari nafkah,” jelas dr. Fajar.

Untuk menyelesaikan masalah ini, lanjut dr. Fajar,  butuh tim yang menggabungkan berbagai tim, mulai dari dokter ortopedi, dokter emergensi, rehab medik, dokter gizi klinis, psikiater atau psikolog, dan dokter spesialis okupasi. Tim akan berdiskusi bagaimana perawatan pasien hiingga dapat mengembalikan pasien ke  dunia kerja.

Semua pasien kecelakaan yang datang ke IGD akan mendapatkan penanganan pertama , menyelamatkan jiwa terlebih dahulu. Misalnya menghentikan perdarahan, pemberian infus dan  segera didiapkan operasi dalam hitungan menit. Ketika pasien stabil, dokter ortopedi memiliki dua pilihan, membuang organ yang rusak atau mempertahahankannya. Amputasi dilakukan jika organ yang hancur itu mengancam jiwa.

Penanganan pasca operasi dalah perawatan luka, di man apasien umumnya didampingi dokter spesialis gizi agar nutrisi yang menunjang kesembuhan pasien tercukupi. Dengan begitu penyembuhan luka bisa dipercepat.

Pendampingan dari sisi psikologi juga dilakukan. “Orang yang kehilangan anggota tubuh biasanya mengalami depresi. Penguatan mental diperlukan sebelum pasien manjalani rehabilitasi pasca operasi, di mana pasien berlatih menggunakan tangan atau kaki palsu. Meskipun tidak 100%c sempurna setidaknya pasien bisa mandiri,” jelas dr. Fajar.

Baca Juga: Innalilahi, Petinggi Sunda Empire Meninggal Dunia

Setelah itu, dokter spesialis okupasi akan menentukan kapan pasien siap kembali bekerja. Dokter spesialis okupasi RS Pelni, dr. Kemal Zakaria SpOK, menjelaskan RTW sudah diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 10 tahun 2016. Program RTW adalah program yang komprehensif. Dan sangat bermanfaat untuk pasien. Pasien tidak perlu berpindah-pindah tempat, pasien dapat dilayani dari awal hingga akhir.

“Tujuannya bagaimana pasien bisa segera bekerja kembali sehingga ekonomi keluarga tidak terganggu. Data di Indonesia, angka kecelakaan kerja masih tinggi dan outpu pasien hanya tiga yaitu sembuh, catat, atau meninggal. Pasien sembuh dan mengalami kecacatan ini yang perlu mendapatkan program RTW,” jelas dr. Kemal.

Pelatihan diperlukan agar pasca kecelakaan pasien bisa beraktivitas dengan protesa, tangan atau kaki palsu. “Ketika melakukan asesment, dokter okupasi akan menentukan apakah pasien memerlukan penyesuaian lingkungan kerja, misalnya jalur sepatu roda, atau jika sebelumnya bekerja di lantai tinggi, mungkin harus dipindahkan ke lantai dasar,” tambah dr Kemal.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI