Suara.com - Diabetes menjadi salah satu penyakit yang paling banyak diderita oleh penduduk dunia. Pada tahun 2021, International Diabetes Federation (IDF) mencatat lebih dari setengah miliar manusia dari seluruh dunia hidup dengan diabetes atau tepatnya 537 juta orang dengan rentang usia 20-79 tahun. Jumlah tersebut diproyeksikan bisa mencapai 643 juta pada tahun 2030 dan 783 juta pada tahun 2045.
Sementara di Indonesia, penderita diabetes mencapai 19,47 juta orang pada 2021, di mana sebanyak lebih dari 236 ribu di antaranya meninggal dunia karena penyakit tersebut. Jika tidak dilakukan upaya pencegahan dan penanganan yang tepat, maka penderita diabetes di Indonesia diperkirakan bisa mencapai 23,33 juta orang pada 2030, bahkan mencapai 28,57 orang pada 2045.[ii] Tidak hanya itu, diabetes juga menimbulkan beban ekonomi, di mana tercatat total biaya kesehatan yang harus dikeluarkan pasien di Indonesia karena diabetes setidaknya mencapai US$6,7 miliar (sekitar Rp103,6 triliun).
Dalam rangka memperingati Hari Diabetes Sedunia 2022, Merck, terus berkomitmen mendukung upaya peningkatan akses terhadap layanan diabetes dan menyerukan pentingnya pencegahan diabetes dan komplikasinya. Hal tersebut penting dilakukan mengingat jumlah penderita diabetes dan prediabetes terus meningkat, padahal sebenarnya dapat dicegah dengan perubahan gaya hidup dan bila perlu intervensi pengobatan.
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Endokrin Metabolik Diabetes, Prof. Dr. dr. Pradana Soewondo, Sp. PD-KEMD., mengatakan, Prediabetes merupakan kondisi di mana kadar gula darah yang lebih tinggi dari nilai normal, tetapi belum menyentuh kriteria untuk didiagnosis sebagai diabetes.
Baca Juga: Pendaftaran PPPK Tenaga Kesehatan Kapan Ditutup? Simak Jadwal Lengkapnya
"Penderita prediabetes memiliki risiko lebih besar menjadi diabetes dibandingkan dengan orang tanpa prediabetes. Namun, tidak banyak orang yang menyadari kondisi prediabetes karena memang gejalanya yang minim sampai kemudian berkembang menjadi diabetes dan menimbulkan komplikasi,” ucapnya dalam siaran pers yang diterima Suara.com, Rabu (16/11/2022).
Tanpa upaya pencegahan yang tepat, perkembangan prediabetes menjadi diabetes tipe 2 bisa terjadi lebih cepat. Sebab data menunjukkan bahwa tujuh dari sepuluh pasien prediabetes yang tidak diberikan intervensi akan progres ke diabetes. Selain itu, tidak perlu menunggu jadi diabetes, kondisi prediabetes sendiri sudah berisiko menimbulkan komplikasi kardiovaskular bila tidak ditangani dengan baik.
Namun, masyarakat tidak perlu khawatir karena walaupun seseorang telah terdiagnosis prediabetes, komplikasi kardiovaskular serta progresi menjadi diabetes dapat dicegah dengan penanganan yang baik, salah satunya dengan mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat. Risiko terkena diabetes tipe-2 dapat dikurangi hingga 58% dengan perubahan gaya hidup, seperti pola makan yang seimbang, rutin berolahraga, dan menurunkan berat badan. Oleh karena itu, semakin cepat menyadari risiko dan melakukan identifikasi prediabetes, semakin cepat kita bisa melakukan perubahan untuk lebih sehat dan terhindar dari risiko diabetes dan komplikasi kardiovaskular.
“Intervensi awal yang dapat dilakukan jika terdiagnosis prediabetes risiko ringan adalah mengubah gaya hidup, seperti rutin berolahraga setidaknya 150 menit seminggu atau 30 menit setiap hari selama 5 hari dalam seminggu, misalnya berjalan kaki, naik sepeda, atau berenang," ungkap Prof. Pradana.
Usaha lainnya dalam mengobati prediabetes adalah berusaha mengubah pola makan dengan diet yang bergizi seimbang dan mengelola stres. Namun, pada orang dengan prediabetes dan risiko tinggi, jika setelah 3 hingga 6 bulan melakukan intervensi gaya hidup dan/atau memperbaiki toleransi glukosa belum berhasil untuk mencapai penurunan berat badan yang diinginkan, maka bisa dikombinasikan dengan intervensi farmakoterapi atau pemberian obat seperti dengan kandungan zat aktif metformin layak dipertimbangkan sebagai terapi obat lini pertama dalam strategi pencegahan prediabetes dan diabetes.
Baca Juga: Terlilit Hutang, Kondisi Kesehatan Jessica Iskandar Memburuk: Tuhan, Sembuhkan Aku dari Sakit Ini
"Selain itu, studi penting oleh Kelompok Penelitian Program Pencegahan Diabetes (DPP) juga telah menunjukkan bahwa perubahan gaya hidup dan intervensi medis dapat mengurangi kejadian diabetes pada orang yang berisiko tinggi penyakit inidan manfaat ini telah dikonfirmasi dalam studi jangka panjang selama 10 tahun dan 15 tahun," jelas Prof. Pradana.
Sejak ditemukan 100 tahun lalu pada tahun 1922 oleh Emil Alphonse Werner dan James Bell, metformin telah banyak memberikan manfaat pengobatan untuk mengontrol kadar gula darah tinggi pada pasien prediabetes dan diabetes. Selain itu, selama pencapaian satu abad ini, metformin telah memiliki basis bukti terkuat dan menunjukkan keamanan jangka panjang sebagai terapi farmakologis untuk pencegahan diabetes. Maka dari itu, intervensi farmakologis diperlukan sedini mungkin pada saat pasien dinyatakan dalam kondisi prediabetes dan dapat diberikan sebagai pendamping dari intervensi perubahan gaya hidup.
Presiden Direktur PT Merck Tbk, Evie Yulin, menuturkan Merck memiliki komitmen untuk ikut serta dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat terutama bagi penderita prediabetes dan diabetes. Dengan pengalaman lebih dari 60 tahun dalam area pengobatan diabetes, Merck terus mengawasi perkembangan ilmiah dan klinis metformin dengan fokus utama membawa perubahan positif bagi pasien diabetes di masa depan.
"Merck memahami bahwa tidak sedikit masyarakat yang belum menyadari bahwa dirinya memiliki risiko prediabetes dan diabetes, serta tidak mengetahui bagaimana cara deteksinya. Melihat pentingnya deteksi dini sebagai upaya pencegahan, Merck menyediakan platform penilaian risiko prediabetes secara online melalui www.cekprediabetes.com yang telah berhasil menjangkau pasien dengan risiko tinggi dan lebih dari 174 ribu orang telah melakukan penilaian risiko prediabetes,” paparnya.