Suara.com - Seiring dengan fenomena kemunculan peretas Bjorka yang viral belakangan ini, berbagai pihak mulai menyerukan kampanye keamanan data. Salah satunya Herman Huang. Ia merupakan pegiat IT dan peserta Program Cybersecurity Cambridge University, Inggris.
Menurutnya, ada tiga langkah pengamanan data yang bisa dilakukan, yaitu Kampanye Keamanan Data.
"Kominfo sudah sering mengadakan Kampanye Literasi Digital selama periode 2020 - 2022, sehingga sudah saatnya diadakan kampanye serupa untuk keamanan data, dengan target yang lebih spesifik dan konten yang lebih spesifik, sehingga publik dapat lebih paham dan waspada akan keamanan datanya," ujarnya.
Kedua, Transformasi Badan Sandi dan Siber Negara (BSSN) dan Kominfo. BSSN sebagai lembaga siber harus merombak diri untuk dapat memberikan peningkatan keamanan siber dan emergency response ketika kebocoran data siber terjadi lagi di masa depan.
"BSSN dapat dimodelkan serupa NSA di Amerika, sehingga sarusnya tidak ada kebingungan atau diam berhari-hari ketika kebocoran data terjadi," ujarnya.
Efek kebocoran data masif sudah banyak terjadi di banyak negara dengan korban-korban korporasi besar seperti Travelex di Inggris, perusahaan kripto di Jepang dan sebagainya.
"Kita harus menghindari hal serupa ini terjadi, misalnya di e-commerce kita. Kemudian pada 2023-2024 data pemilih Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga harus dilindungi," tambahnya.
Herman minta agar pemerintah lebih visioner dan maju dalam penyediaan ekosistem dan kebijakan pro cyber security, termasuk menyelesaikan UU yang terkait.
Langkah pengamanan data ketiga adalah melakukan kemandirian data nasional.
"Selama data-data kita mayoritas masih diproses, diolah dan disimpan di luar negeri maka peran lembaga manapun di dalam negeri akan terbatas. Ada baiknya kita belajar cara yang dilakukan oleh China, yang menggalakkan kemandirian data nasional melalui pengembangan aplikasi lokal bagi sosial media, keuangan dan sebagainya.