Suara.com - Kemenkominfo kembali adakan webinar pelatihan pada generasi muda Maluku-Papua tentang FOMO (Fear of Missing Out) sebagai sindrom sosial jaman now, Rabu (14/9/2022). Pelatihan ini dilakukan diikuti para peserta dari Ternate, Sorong, Jayapura, dan Maluku dengan nonton bareng di sekolah masing-masing di jam 10.00 - 12.00 WIT, kurang lebih 120 menit.
Diikuti lebih dari 400 peserta, Rabu pagi diisi oleh Chris Jatender (Kaprodi TI), Chyntia Andarinie (Founder Mom Influencer ID), dan Sondang Pratama (Sutradara) sebagai narasumber yang menjabarkan tentang sudut pandang mereka dari kecakapan, budaya, dan etika tentang FOMO sebagai sindrom sosial jaman now.
Sindrom sosial jaman now, lebih mengarah kepada mental “takut ketinggalan” atau lebih sering kita kenal dengan FOMO. Di era masyarakat, itu menjadi suatu tekanan secara tidak langsung yang mereka rasakan khususnya anak muda kisaran 16 - 25 tahun. Dasarnya, yang menjadi trigger utama mereka adalah sosial media. Dimana, pencapaian dan privilege orang lain seumuran mereka namun lebih dari mereka. Sampai januari 2022, tercatat lebih dari 191juta pengguna sosial media. Data tersebut menggabarkan seberapa besar pengaruh sosial media dalam kehidupan keseharian mereka, khususnya di rentan umur 16-25 tahun.
FOMO sendiri sebenernya terjadi berdasarkan beberapa alasan utama, hal tersebut disampaikan oleh Chris Jatender dalam paparannya di pelatihan kemenkominfo kemarin pagi. “Budaya Komunikasi Digital Indonesia, Kemudahan berkomunikasi di era digital, dan pengguna media sosial adalah alasan mendasar penyebab FOMO,” jelas Chris.
Baca Juga: 3 Hal Positif yang Dapat Dibagikan di Media Sosial
Dalam paparannya, Chris juga menjelaskan bahwa ada beberapa pemicu FOMO itu terjadi dan memberikan dampak pada generasi muda. Diantaranya trend, dan postingan sosial media. “Trend fashion, skincare, make up, barang-barang unik, dan beragam informasi serta beragam pencapaian dan keberhasilan masyarakat seumuran yang di posting di sosial media. Menjadi pemicu utama FOMO itu berdampak pada generasi muda,” ungkap Chris.
“FOMO sendiri memiliki beberapa karakteristik, diantaranya seperti under-influence seperti anak yang kecenderungan dengan gadget dan beragam teknologi, being always connected yakni perasaan yang perlu diakui dan diterima di segala lapisan sosial, dan digital intuitiveness yang mana semacam mampu memprediksi apa yang akan jadi trend di ranah digital nantinya. Setelah itu dampak dari FOMO, lebih kepada mental masyarakat yang terpapar. Banyak generasi muda yang merasa insecure dan tidak bersyukur atas apa yang sudah dimilikinya sehingga timbul lah istilah quarterlife crisis atau masa - masa krisis anak muda,” tambah Chris.