Suara.com - Indonesia memiliki potensi ekonomi digital yang cukup besar untuk dikembangkan di masa mendatang. Kendati demikian, optimalisasi peluang perlu diikuti dengan upaya peningkatan literasi digital masyarakat guna meminimalisir kejahatan siber
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut, Indonesia memiliki 55 juta pekerja profesional alias skilled workers dan diproyeksi akan meningkat menjadi 113 juta pada 2030. Seiring dengan tren tersebut, pengguna internet di Indonesia tumbuh 52,68% year on year (yoy) menjadi 202 juta orang per Januari 2021.
OJK juga mencatat, tingkat inklusi keuangan Indonesia baru mencapai level 76,9% pada 2019. Sedangkan tingkat literasi keuangan masih relatif rendah, yaitu di posisi 38,03%. Bahkan indeks literasi digital masih 3,49%.
Direktur Literasi dan Edukasi Keuangan OJK, Horas V.M. Tarihoran menyatakan, inovasi di era keuangan digital membuat banyak potensi ekonomi menjadi lebih terbuka. Kendati demikian, semua pihak masih perlu mewaspadai risiko keamanan siber yang terus terbuka yang utamanya disebabkan oleh literasi digital masyarakat yang masih rendah.
Baca Juga: Literasi Digital RI Masih Rendah, Ketika Pandemi Banyak Masyarakat yang Kelabakan
“Kita melihat, sekitar 38% dari masyarakat sudah mengakses produk keuangan yang rentan diserang oleh kejahatan siber,” paparnya.
Oleh sebab itu Horas menyampaikan, literasi keuangan tidak akan bisa ditingkatkan oleh OJK sendirian, sehingga diperlukan peran sektor jasa keuangan termasuk perbankan. Menurutnya, ada sekitar 3.100 lembaga jasa keuangan yang terdaftar di OJK dan baru 40% yang memenuhi telah melakukan kegiatan edukasi minimal 1 kali setahun.
“Bank-bank besar, misalnya BNI, melakukan kegiatan edukasi sudah lebih dari satu kali,” katanya.
Pemimpin Divisi Manajemen Risiko Bank BNI, Rayendra Minarsa Goenawan menyatakan, telah bersinergi dengan regulator baik OJK maupun BI dalam menerapkan perlindungan konsumen.
“Keamanan itu tidak hanya dari pelaku jasa keuangan saja, tapi paling utama dari pemilik data sendiri,” ujarnya.
Baca Juga: Cegah Kejahatan Siber, Warganet Disarankan Lindungi Perangkat Digital
BNI sendiri telah menyiapkan berbagai langkah strategis untuk melindungi data nasabah, mulai dengan menyediakan pusat pengaduan melalui BNI Contact Center (BCC) yang beroperasi 24 jam selama 1 minggu. Nasabah dapat menyampaikan keluhan melalui telepon 1500046, mengirim email [email protected]. atau bahkan mendatangi kantor cabang BNI terdekat.
Selain itu, BNI telah memiliki unit yang memantau transaksi nasabah dan menerima laporan pengaduan nasabah dalam 24 jam dalam 7 hari. BNI juga telah menjalankan fungsi fraud detection yang berfungsi mendeteksi aktivitas fraud secara real time.
BNI juga telah mengikuti aturan Bye Laws yang dirilis oleh Bank Indonesia. Bye Laws merupakan pedoman pelaksanaan pemblokiran rekening simpanan nasabah dan pengembalian dana nasabah dalam hal terjadinya indikasi tindak pidana. Bye Laws dipergunakan oleh Perbankan untuk keseragaman pelaksanaan dalam praktik Perbankan bagi bank peserta Bye Laws.
Tujuan utama dari Bye Laws adalah agar uang hasil kejahatan dapat segera diblokir dan dikembalikan ke nasabah.
Nasabah diharapkan untuk tidak memberikan maupun meminjamkan kartu kredit maupun debit kepada siapapun. Lengkapi pula gawai telepon genggam dengan anti virus dan tidak menggunakan fasilitas WIFi publik dalam melakukan transaksi.
Nasabah diminta untuk mendaftarkan e-mail atau SMS notifikasi transaksi dan melakukan pembaruan data kepada pihak bank, bila ada perubahan data.