Suara.com - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) kembali memberikan pelatihan pada generasi muda Papua - Maluku tentang FOMO (Fear of Missing Out) Kritis Terhadap Berita Viral, Selasa (16/8/2022). Pelatihan ini dilakukan secara virtual dan diikuti para peserta dari Ternate, Sorong, Jayapura, dan Maluku dengan nonton bareng di sekolah masing-masing di jam 10.00 - 12.00 WIT.
Pelatihan ini diikuti lebih dari 300 peserta, dan menghadirkan narasumber seperti Sofia Sari Dewi (Fashion Director SofiaDewi.co, content Creator), Azizah Zuhriyah (Direktur Aminin Travel & Dosen), dan Denny Abal (Rans Nusantara FC/Asisten Manager). Para narasumber tersebut menjabarkan tentang sudut pandang mereka dari kecakapan, budaya, dan etika tentang Fenomena FOMO untuk kritis terhadap berita viral.
Mengarah ke mental “takut ketinggalan” atau lebih sering kita kenal dengan FOMO. Di era masyarakat, itu menjadi suatu tekanan secara tidak langsung yang mereka rasakan. Dasarnya, trigger utama mereka adalah sosial media. Dimana, pencapaian dan privilege orang lain seumuran mereka sudah sampai diatas mereka. Sampai januari 2022, tercatat lebih dari 191juta pengguna sosial media. Data tersebut menggabarkan seberapa besar pengaruh sosial media dalam kehidupan keseharian mereka, khususnya di rentan umur 16-25 tahun.
FOMO sendiri sebenernya terjadi berdasarkan beberapa alasan utama, hal tersebut disampaikan oleh Azizah Zuhriyah. “Budaya Komunikasi Digital Indonesia, kemudahan berkomunikasi di era digital, dan pengguna media sosial adalah alasan mendasar penyebab FOMO,” jelas Azizah.
Baca Juga: Viral Ibu Muda Balap Karung Tersungkur Membentur Aspal Ternyata Meninggal Dunia
Dalam paparannya, Azizah juga menjelaskan bahwa ada beberapa pemicu FOMO itu terjadi dan memberikan dampak pada generasi muda. Diantaranya trend, dan postingan sosial media. “Rasa takut merasa “tertinggal” karena tidak mengikuti aktivitas tertentu. Sebuah perasaan cemas dan takut yang timbul di dalam diri seseorang akibat ketinggalan sesuatu yang baru, seperti berita,tren, dan hal lainnya,” terangnya.
Sofia Sari Dewi dalam paparannya, mengatakan bahwa untuk mengatasi dan mengurangi FOMO sebaiknya kita fokus pada diri sendiri, membatasi penggunaan media sosial dan gadget, mencari koneksi nyata yang jelas impact -nya untuk kehidupan kita, dan lebih menghargai diri sendiri.
“FOMO sendiri sebenernya termasuk salah satu jenis gangguan kejiwaan, yang mana seharusnya kita berinteraksi dengan manusia nyata di jaringan yang lain, bukan sekedar dengan deretan karakter huruf di layar monitor, namun dengan karakter manusia sesungguhnya, dan itu sudah banyak terjadi dikalangan anak muda saat ini. Aktivitas positif dengan menggunakan waktu luang seperti membaca untuk menambah pengetahuan, berolahraga atau bahkan berjualan online dan menjadi content creator merupakan cara positif agar terhindar dari fenomena FOMO ini,” papar Sofia.