Suara.com - Permasalahan lingkungan di Indonesia menuntut perhatian khusus berbagai pihak, untuk secara bersama-sama dan konsisten melakukan langkah nyata demi masa depan bumi yang lebih baik.
Menariknya, hasil survei KedaiKOPI menunjukkan bahwa mayoritas atau 77,4 persen anak muda di Indonesia tertarik dengan isu lingkungan, dan 81,1 persen responden juga beranggapan bahwa masalah perubahan iklim adalah keadaan darurat.
Hal tersebut terlihat dari banyaknya anak muda yang ikut dalam program Sompo Alumni Idea Fund yang digelar eh Sompo Insurance Indonesia bersama dengan Sompo Environmental Foundation (SEF) dan Japan Environmental Education Forum (JEEF).
Program Sompo Alumni Idea Fund sendiri dibuat untuk memberikan kesempatan kepada mahasiswa Indonesia untuk belajar tentang berbagai isu lingkungan, seperti perubahan iklim dan konservasi hutan serta mengembangkan program yang berdampak positif bagi masyarakat.
Baca Juga: Kualitas Udara di Jakarta Buruk, DLH DKI Ungkap Penyebabnya
Selama program tersebut berlangsung, mahasiswa belajar di lingkungan NGO bersama dengan staf NGO yang sudah berpengalaman sehingga mereka dapat memahami isu-isu lingkungan dan menjadi seseorang yang bertanggung jawab terhadap konservasi lingkungan.
Melalui program magang tersebut, para mahasiswa diharapkan dapat membangun kesadaran dan sikap bagi generasi penerus yang peduli lingkungan, serta membantu mahasiswa tumbuh sebagai anggota masyarakat yang memiliki perspektif yang lebih luas saat mereka memikirkan tentang isu-isu lingkungan dan sosial masyarakat.
Salah satu pemenang Sompo Alumni Idea Fund, Novaldi Eza misalnya, memperkenalkan Agroforestri Alpukat ke sebuah desa di Lampung. Dalam beberapa tahun terakhir, ia melihat bahwa kondisi lingkungan dan komunitas di tempat dia tinggal berpotensi untuk bisa lebih ditingkatkan lagi.
Terutama dengan adanya pergeseran massa pertanian hutan. Untuk itu, Novaldi membuat program berupa sosialisasi bahan agroforestri alpukat dan skema panen yang sesuai agar komunitas di sana dapat menghasilkan pendapatan yang maksimal.
"Dengan adanya program tersebut, para petani lokal akan mendapatkan pelatihan untuk memilih lokasi penanaman yang ideal, cara pengaplikasian pupuk, dan juga demonstrasi cara menanam di salah satu lahan petani," jelasnya.
Baca Juga: KLHK Sebut Banyak Perusahaan Kini Kelola Sampah dengan Metode Daur Ulang
Novaldi berharap program ini akan berdampak besar bagi masyarakat, mencegah timbulnya masalah lingkungan lain dan memberikan petani lokal pendidikan dan keterampilan yang bermanfaat bagi mereka.
Program ini juga diharapkan dapat memperbaiki ekosistem karena tanaman alpukat dapat menjaga ekosistem hutan dengan lebih baik dibandingkan tanaman lain. Meningkatkan konservasi air, karena alpukat menghasilkan buah sehingga tanaman tersebut tidak ditebang.
Selain itu, untuk perekonomian, program tersebut menghasilkan siklus pendapatan yang stabil bagi petani lokal karena siklus panen mereka terjadi setiap 3 bulan sekali.
Adapula Ahmad Juang yang berhasil mengubah sampah menjadi kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan membangun sistem pengolahan sampah yang melibatkan kelompok anak muda dan ibu rumah tangga setempat.
Sampah menurutnya merupakan isu lingkungan yang paling umum di Indonesia, khususnya di Jakarta. Dengan tingginya jumlah konsumerisme dan konsumsi, sampah plastik dan limbah makanan telah menjadi masalah yang sulit dihindari. Untuk itu, ia melihat bahwa masyarakat dapat mengubah limbah menjadi sesuatu yang menguntungkan.
"Cara kerja program ini adalah dengan revitalisasi sistem pengelolaan sampah terpadu (pengelolaan dan sistem kerja, revitalisasi bank sampah untuk sampah anorganik), dan peningkatan kapasitas warga lokal (remaja sebagai pengelola sampah, ibu rumah tangga setempat untuk pelatihan pemilahan sampah dan pengelolaan sampah organik menjadi kompos)," jelas Ahmad.
Dampak yang akan diterima masyarakat dengan memiliki pengelolaan sampah adalah memiliki kesadaran dan kemampuan untuk memilah sampah rumah tangga dari rumah masing-masing.
Di mana masyarakat memiliki pengetahuan pengelompokan sampah yang dapat membuatnya lebih mudah untuk membuat kompos dan daur ulang. Keterampilan dan pengetahuan tentang pengelolaan sampah organik menjadi kompos ini juga dapat mengurangi jumlah sampah rumah tangga seperti plastik dan kaleng.
Selain itu, mengetahui cara mengelola sampah organik juga bisa bermanfaat bagi mereka sebagai sumber penghasilan.
Terakhir adalah Rina Nur Cahyani, aktivis pendidikan muda yang ingin meningkatkan kesadaran masyarakat tentang ekosistem perubahan iklim kepada siswa, bekerja sama dengan 1000 Guru Foundation untuk mendirikan kelas khusus dan ruang baca.
Salah satu isu mengapa masyarakat di Indonesia tidak memiliki pemahaman dan kesadaran yang jelas tentang pentingnya perubahan iklim atau pelestarian lingkungan adalah karena kurangnya edukasi tentang hal tersebut.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Rina percaya bahwa kesadaran lingkungan mengajar pada siswa dan guru sekolah dasar di Jawa Timur adalah suatu keharusan. Menurutnya, dengan belajar tentang lingkungan dengan bahan taktil dan demonstrasi, ini akan memudahkan kita untuk meningkat pembelajaran tentang lingkungan.
Kegiatan program untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan memasang 1-unit koneksi PC dan internet (kerjasama dan pendanaan oleh PT Telkom Indonesia). Dengan menginstal PC dan memiliki koneksi internet guru dan siswa dapat mengakses informasi dan materi untuk menciptakan pendidikan yang kondusif.
Kegiatan lainnya adalah dengan bermitra dengan 1000 Guru Foundation untuk membuat kelas khusus dan pojok baca untuk mengajarkan siswa tentang perubahan iklim, keanekaragaman hayati, jenis sampah dan cara memilahnya.
"Dampak yang diharapkan dari program tersebut adalah untuk menciptakan dan meningkatkan pengetahuan tentang lingkungan dan perubahan iklim. Serta meningkatkan kesadaran sejak dini terhadap perubahan iklim dengan menyediakan bahan dan demonstrasi (memilah sampah dan menanam pohon)," tutupnya.