Suara.com - Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar (Mintegar) Kemenperin Edy Sutopo, menegaskan Kemenperin tidak setuju dengan sertifikasi atau labelisasi Bisphenol-A (BPA) pada kemasan galon guna ulang berbahan polikarbonat (PC). Menurutnya, sertifikasi BPA hanya akan menambah biaya yang bisa mengurangi daya saing industri Indonesia.
“Sebaiknya bukan malah memunculkan masalah baru yang merusak industri,” ucapnya, Jakarta, Jumat (13/5/2022).
Setelah draf revisi Peraturan Badan POM No. 31 tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan yang terkesan diskriminatif diminta untuk diperbaiki, BPOM bulan lalu mengundang beberapa pemangku kepentingan untuk kembali mendiskusikan rencana kebijakan ini. Pertemuan itu akhirnya ditunda.
Sementara itu, Asisten Deputi Pangan Kemenko Perekonomian, Muhammad Saifulloh juga meminta agar dalam menyusun kebijakan label BPA terhadap galon guna ulang itu, BPOM melihat keseimbangan usaha di Indonesia.
Baca Juga: Raisa Jawab Isu soal Riders Minta Air Galon buat Mandi sebelum Manggung
“Ini masih dalam masa pemulihan ekonomi akibat dampak pandemi Covid-19. Kecuali kalau sudah ada bukti bahwa sebagian orang meninggal karena minum air galon guna ulang, baru mungkin kita pikirkan. Sampai sekarang, saya belum menerima kajian dari BPOM soal itu,” katanya.
Adapun batas aman atau toleransi BPA dalam kemasan makanan ini sebenarnya sudah diatur dalam Peraturan Badan POM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan. Di sana diatur semua persyaratan migrasi zat kontak pangan yang diizinkan digunakan sebagai kemasan pangan, tidak hanya BPA saja, tapi juga zat kontak pangan lainnya termasuk etilen glikol dan tereftalat yang ada pada plastik pangan berbahan PET.
Dalam peraturan BPOM yang dikeluarkan pada tahun 2019 itu juga dijelaskan bahwa tidak ada kemasan pangan yang free dari zat kontak pangan. Aturan itu juga menyebut mengenai batas migrasi maksimum dari zat kontak itu sehingga aman untuk digunakan sebagai kemasan pangan.
Pada kesempatan lain, Dirjen Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika dan Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar (Mintegar), Edy Sutopo mengatakan, isu soal BPA memang sangat sensitif. Ia menyarankan agar semua pihak melihat juga mengenai standar yang dikeluarkan regulator terkait keamanan kemasan yang mengandung BPA.
Putu pun meminta agar pihak-pihak yang mengembuskan isu terkait BPA ini tidak merusak pemulihan industri di tengah pasar yang belum bagus akibat pandemi. Apalagi saat ini fokus pemerintah adalah memulihkan ekonomi di tengah pandemi. “Konsentrasi kita sekarang melakukan pemulihan industri karena pasar di dalam negeri masih belum bagus,” katanya.
Dia menjelaskan, ekspor makanan dan minuman (mamin) sepanjang Januari hingga Agustus 2021 sebesar 111 miliar Dolar AS. Jumlah itu jauh lebih besar daripada total ekspor Indonesia pada tahun 2019, yang mana ekspor di industri mamin itu kontribusinya sebanyak 78% dari keseluruhan ekspor.
Baca Juga: Raisa Jawab Rumor Minta Air Galon untuk Mandi Sebelum Konser, Enzy Storia Auto Ngakak!