Suara.com - Kelaparan karena terbatasnya makanan kerap dialami oleh para pengungsi korban bencana alam, termasuk pengungsi korban bencana gunung api.
Inilah yang menjadi alasan pemerintah mengintegrasikan evakuasi ternak sebagai elemen baru dalam upaya penanggulangan bencana. Evakuasi ternak sangat erat kaitannya dengan upaya penyelamatan manusia.
Ternak merupakan aset kehidupan yang berharga bagi masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana, Menyiapkan rute evakuasi ternak secara khusus dapat mengurangi korban jiwa maupun kerugian ekonomi. Untuk pertama kalinya, simulasi evakuasi ternak menjadi bagian dari rangkaian kegiatan puncak Hari Kesiapsiagaan Bencana (HKB) yang diperingati setiap 26 April sejak tahun 2017 lalu.
“Kesiapan Penanggulangan bencana di Indonesia sudah semakin meningkat dalam penyelamatan manusia. Namun dalam berbagai insiden bencana, proses evakuasi manusia sering terkendala karena masyarakat, khususnya peternak enggan untuk melakukan evakuasi jika harus meninggalkan hewan ternak mereka yang merupakan aset berharga dalam kehidupan," kata Letjen TNI Suharyanto, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di sela-sela kegiatan HKB 2022 yang dipusatkan di empat kabupaten sekitar Gunung Merapi, yakni Sleman (Daerah Istimewa Yogyakarta) serta Boyolali, Klaten dan Magelang (Jawa Tengah).
Baca Juga: Jokowi Minta Masyarakat Pahami Ancaman Bencana Alam Supaya Bisa Antisipasi Dini
"Hal ini dapat meningkatkan risiko korban jiwa maupun kerugian ekonomi, sehingga pemerintah perlu menyusun strategi khusus untuk menanggulanginya,” tambahnya dalam keterangan yagn diterima Suara.com.
BNPB mencatat terdapat kematian 2800 ternak sapi, pada letusan gunung Merapi tahun 2010, dengan 332 korban jiwa pada manusia.Sekitar 12,4% dari total kerugian ekonomi sebesar 4,23 triliun rupiah merupakan kerugian usaha kecil dan menengah masyarakat, termasuk di bidang pertanian dan peternakan.
Setidaknya terdapat 156 letusan gunung api di seluruh Indonesia pada periode 2010-2020 atau rata-rata 15 kali letusan dalam setahun,
Secara terpisah, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), Nasrullah menyampaikan, Kementerian Pertanian mendukung upaya integrasi evakuasi ternak pada penanggulangan bencana.
Ia katakan, pihaknya menyadari Indonesia memiliki risiko bencana tinggi terkait gunung berapi. Hal ini menurutnya berkaitan dengan lebih dari 1,2 juta populasi penduduk di Indinesia tinggal di sekitar wilayah gunung berapi dan bermata pencaharian di bidang pertanian dan peternakan, khususnya peternak keluarga berskala kecil. Untuk itu Nasrullah tekankan bahwa hewan ternak juga perlu mendapatkan perhatian dan penanganan apabila terdapat bencana.
Baca Juga: Kunjungi Sleman, Kepala BNPB Apresiasi Teknik Pengungsian Hewan Ternak di Kawasan Merapi
"Kementan bersama BNPB dan pemerintah daerah sedang menyusun pedoman penanganan ternak pada bencana gunung berapi yang di dalamnya termasuk pengaturan evakuasi ternak dan rencana kontinjensi," ungkap Nasrullah.
"Dengan adanya pedoman penanganan evakuasi ternak nantinya diharapkan dapat melengkapi pedoman evakuasi pada manusia, sehingga masyarakat memperoleh jaminan keselamatan pada saat terjadi bencana. Baik bagi dirinya dan hewan ternaknya sebagai sumber mata pencaharian utama bagi keluarga di pedesaan," imbuhnya.
Rajendra Aryal, Kepala Perwakilan Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-bangsa (FAO) di Indonesia dan Timor Leste juga menyampaikan pesan senada.
“FAO bekerja sama erat dengan BNPB dan Kementerian Pertanian berusaha melindungi para peternak dan petani dari kerugian akibat bencana gunung api. Kami memberikan berbagai dukungan teknis yang dibutuhkan sesuai pedoman Sendai Framework – panduan global untuk mengurangi risiko bencana, guna melakukan studi, menyusun pedoman penanganan ternak termasuk evakuasi ternak, peningkatan kapasitas, rencana penanggulangan yang menghasilkan simulasi evakuasi hari ini,” ujar Rajendra di Jakarta.
“Sebagai presiden G20 serta tuan rumah Global Platform for Disaster Risk Reduction yang akan diselenggarakan di Bali, pada Mei mendatang, upaya penanggulangan bencana di Indonesia dapat menjadi contoh bagi dunia. Dengan kondisi geografis di antara cincin api yang rawan bencana dan besarnya jumlah populasi, pengalaman yang baik dari Indonesia dapat menjadi contoh praktis bagi dunia,” tambah Rajendra.