Jangan Disepelekan, Toxic Masculinity Bisa Jadi Penghambat Kemajuan Organisasi

Kamis, 17 Maret 2022 | 13:24 WIB
Jangan Disepelekan, Toxic Masculinity Bisa Jadi Penghambat Kemajuan Organisasi
Ilustrasi bekerja.[pexels.com/Andrea Piacquadio]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Toxic masculinity sebenarnya justru kontra produktif terhadap operasional perusahaan sehingga harus dibenahi. Kenapa demikian dan bagaimana cara mengatasinya?

"Toxic masculinity ini merupakan anggapan yang salah kaprah tentang bagaimana seorang laki-laki harus bersikap. Seperti misalnya anggapan di masyarakat bahwa laki-laki tidak boleh menangis. Tentu anggapan tradisional maskulinitas seperti ini bisa mendorong perilaku negatif di tempat kerja," ungkap Maya Juwita, Direktur Eksekutif, Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE), dalam rilisnya kepada media, belum lama ini.

Dampak toxic masculinity adalah adopsi perilaku negatif pada laki-laki yang berbahaya bagi perempuan, masyarakat maupun laki-laki itu sendiri. Bentuk adopsi perilaku negatif ini bisa berupa tampilan dominasi yang tak diinginkan, pengambilan risiko yang tak bertanggung jawab, dan kebencian terhadap perempuan. Lebih lagi, perilaku bias yang negatif ini dapat tertanam dalam bawah sadarnya.

Chief Human Resources Officer FWD Insurance Indonesia, Rudy Manik menambahkan, tantangannya adalah, kadang laki-laki terperangkap dalam situasi di mana mereka mesti memenuhi tuntutan yang harus dicapai sehingga menimbulkan perilaku toxic masculinity. Oleh karenanya, untuk mengubah budaya organisasi supaya lebih setara, harus datang komitmen dari pimpinan perusahaan.

"Kita tentukan dahulu perilaku apa yang harus ditampilkan, baik pada saat berinteraksi, berkompetisi, dan penyampaian target kinerja, dan itu semua dimulai dari atas," kata dia,

Sementara itu, Plt Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Indra Gunawan menuturkan bahwa masih banyak tantangan yang dihadapi, terutama untuk menghilangkan batasan-batasan norma sosial budaya yang bisa menghambat perempuan.

"Kita juga perlu banyak belajar dan berproses untuk memahami isu-isu gender serta kebutuhan perempuan untuk menciptakan lingkungan kerja yang setara," ujar dia.

Survei Toxic Masculinity

Hasil survei IBCWE mengenai Toxic Masculinity yang dilakukan pada Februari 2022 (Istimewa)
Hasil survei IBCWE mengenai Toxic Masculinity yang dilakukan pada Februari 2022 (Istimewa)

IBCWE meluncurkan hasil survei mengenai Toxic Masculinity yang dilakukan pada Februari 2022 guna memotret peran maskulinitas salah kaprah dalam dinamika kesetaraan gender di tempat kerja.

Baca Juga: 3 Hal Ini Boleh Dilakukan Pria Tanpa Menghilangkan Sisi Maskulinitasnya

"Survey ini memetakan 10 toxic masculinity yang ada di dunia kerja di Indonesia dan kebanyakan responden setuju dengan adanya maskulinitas salah kaprah ini. Artinya masyarakat Indonesia pada umumnya masih memiliki standar yang sulit dicapai oleh laki-laki. Standar yang tidak dapat dicapai inilah yang bisa mendorong perilaku atau atau budaya kerja yang negatif. Seperti misalnya budaya kerja saling sikut, mendahulukan pekerjaan atau tidak pernah mengakui kesalahannya," ungkap Maya Juwita.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI