Suara.com - Pada masa pandemi, mempertahankan dan meningkatkan ketahanan pangan (food security) menjadi tantangan setiap bangsa dan negara.
Syngenta yang telah hadir di Indonesia sejak tahun 1960-an, menjadikan tantangan masa pandemi sebagai momentum untuk menciptakan peluang-peluang dan inovasi baru. Disrupsi atau perubahan industri pertanian menjadi fokus perhatian Syngenta untuk terus mempertahankan kontribusinya melakukan pendampingan bagi masyarakat petani di Indonesia.
Digitalisasi kini menjadi salah satu solusi pada semua sektor, terutama di masa pandemi saat semua aktivitas tatap muka dibatasi secara ketat. Untuk itu, Syngenta Indonesia terus berinovasi memaksimalkan peran teknologi komunikasi digital untuk menjangkau dan memberikan edukasi pendampingan kepada petani.
Selama pandemi ini, Syngenta Indonesia telah menggelar tidak kurang dari 6.900 kegiatan atau acara virtual sejak Maret 2020. Kegiatan virtual ini berupa webinar yang dilakukan tim agronomis lapangan dengan komunitas petani, tinjauan lapangan, dan juga peluncuran teknologi pertanian baru yang membantu petani meningkatkan produktivitas pertaniannya.
Baca Juga: Program Kartu Prakerja Tingkatkan Kebekerjaan, Kepemilikan Usaha dan Ketahanan Pangan
Lebih dari 153.000 petani telah terlibat dalam kegiatan virtual dari Syngenta selama masa pandemi, sehingga petani tetap dapat belajar mengenai praktik pertanian yang baik dan tepat mempertahankan produktivitas, dan berbagi pengetahuan strategi pangan yang baru.
Syngenta Indonesia memaksimalkan pemanfaatan berbagai platform media sosial seperti Facebook, Instagram, Youtube, dan Twitter untuk terus mempertahankan komunikasi dengan petani. Melalui platform media sosial ini, tim Syngenta memberikan berbagai info terkait praktik pertanian yang baik, peningkatan produktivitas petani, teknologi pertanian terbaru dan juga penggunaan produk perlindungan tanaman yang tepat agar kesehatan petani tetap terjaga.
Syngenta Indonesia juga menginisiasi kemitraan dengan berbagai pihak yang memiliki visi dan misi memajukan pertanian Indonesia, seperti Sayurbox dan Tani Foundation yang merupakan bagian dari TaniHub. Selain dengan industri, contohnya Syngenta juga bermitra dengan pemerintah melalui program Closed Loop Hortikultura di bawah naungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia.
Program ini bertujuan membangun ekosistem rantai pasok dan rantai nilai dari hulu sampai dengan hilir yang terintegrasi dan bersifat end-to-end model, dimana petani menerima ilmu budidaya sesuai Praktik Pertanian Baik (Good Agriculture Practices) dengan memperhatikan pola tanam, pola panen, penanganan pasca panen hingga distribusi dan pemasaran untuk menghasilkan produk berkualitas yang sesuai dengan kebutuhan pasar.
“Dengan komunikasi digital, petani kini lebih mudah mendapatkan pengetahuan baru dan memasarkan produk-produknya. Kami senang bisa turut memfasilitasi perkembangan baru ini ke petani,” ujar Kazim Hasnain, General Manager Syngenta Indonesia, saat memberikan paparan di acara Media Gathering Syngenta Indonesia 2021, Jakarta (6/12/2021).
Baca Juga: Mengenal Apa Itu Ketahanan Pangan, Bahan Industri dan Energi Terbarukan
Di tingkat dunia, Indonesia masuk ke dalam delapan besar negara produsen jagung. Sebagian besar petani jagung di Indonesia adalah para petani kecil yang luas lahan rata-rata hanya 0,5 hektare, agar para petani jagung dapat mencapai produksi yang sesuai dengan target pemerintah. Benih unggulan dibuat melalui riset yang panjang dan sesuai dengan kondisi lahan petani dan cuaca di Indonesia serta menjadi solusi untuk hama dan penyakit tertentu yang menyerang tanaman jagung, seperti busuk batang, bulai, dan memiliki produktivitas yang tinggi.
Dalam dua dekade terakhir, telah terjadi peningkatan produksi jagung di Indonesia, dari semula 9,5 juta ton pada 2000, hingga kini telah lebih dua kali lipat menjadi 19,7 juta ton pada 2020. Provinsi Jawa Timur merupakan produsen jagung tertinggi di Indonesia dengan 1,05 juta lahan dan produktivitas mencapai 5,3 juta ton per tahun, kemudian diikuti oleh Jawa Tengah, Lampung, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat, dan Gorontalo.
“Peningkatan pesat produktivitas pertanian jagung di Indonesia ini, membuat Indonesia kini adalah negara pengekspor jagung yang terbesar di Asia Tenggara. Tentu ini membanggakan kita semua, dan Syngenta berkomitmen untuk terus menjadi bagian dari pertumbuhan jagung nasional,” ujar Fauzi Tubat, Head of Seed Business Syngenta Indonesia.
Salah satu komitmen Syngenta dalam menjalankan aktivitasnya adalah The Good Growth Plan (GGP). The Good Growth Plan adalah kerangka program pertanian berkelanjutan Sygenta, yang pertama kali diluncurkan pada 2013 dalam wujud 6 komitmen.
Pertengahan 2020, Program Good Growth Plan melanjutkan evolusinya dengan empat komitmen baru yang harus dicapai hingga 2025. Komitmen baru itu berambisi mengurangi jejak rekam karbon pada pertanian dan membantu petani menghadapi pola cuaca ekstrim yang disebabkan oleh perubahan iklim global.
Empat komitmen baru Good Growth Plan tersebut adalah mempercepat inovasi bagi petani dan alam, mengusahakan pertanian yang netral karbon, membantu pekerja pertanian tetap sehat dan selamat, dan bermitra menciptakan dampak.
“Tantangan perubahan iklim semakin nyata. Kami di Syngenta menanganinya dengan berlandaskan pada Good Growth Plan yang diharapkan akan berdampak secara global,” ujar Midzon Johannis, Head of Business Syngenta Indonesia.
Di masa pandemi ini, semua upaya Syngenta dalam mendampingi petani secara maksimal tidak lepas dari peran para karyawan, terutama yang berada di lapangan.
"Kami menerapkan protokol kesehatan untuk semua tingkatan produksi, meluncurkan program EAP (Employee Assistance Program) untuk membantu staf dan karyawan menghadapi dampak emosional dari pandemi, dan menerapkan Office Based on Hybrid. Produktifitas tetap berjalan 100 persen meski sebagian harus WFH (Work From Home),” ujar Letran Silalahi, Head of Human Resource Syngenta Indonesia.