Suara.com - Indonesia hingga saat ini mengalami double burden of disease. Artinya penyakit menular masih menjadi tantangan dan penyakit tidak menular meningkat tajam.
Penyakit tidak menular atau kronis dengan durasi yang panjang, menjadi penyebab terbesar kematian berdasarkan riset WHO pada tahun 2013. Hal tersebut seperti diungkapkan oleh Dokter Penanggungjawab Klinik Utama Glori Medika, Sunter, dr. Henny Fachrudin, MARS, dalam keterangannya.
Bahkan beberapa di antara penyakit berbahaya tersebut, dikenal dengan istilah “silent killer” Itu karena sifatnya yang tanpa menunjukkan gejala di awal dan membuat pasien tidak menyadari dirinya memiliki risiko tinggi.
“Saat akhirnya menyadari, ia telah mendapati dirinya sudah memiliki penyakit penyulit atau komplikasi. Riskesdas 2013 dan studi di puskesmas menunjukkan hanya sepertiga penderita hipertensi (36,8 persen) yang terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan hanya 0,7 persen yang berobat. Begitu juga dengan penderita diabetes, sering memiliki gejala yang begitu ringan mulai dari lemas, merasa sering lapar dan haus, ataupun sering buang air kecil. Penyakit ini semakin lama semakin berkembang dan merusak berbagai organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, dan lain-lain,” jelas dr. Henny.
Baca Juga: Mengenal Fungsi Bronkus, Saluran Udara Yang Berperan Sebagai Kekebalan Tubuh
Tak dapat dipungkiri, penyakit jantung, hipertensi, diabetes dan deretan penyakit kronis yang dahulu identik dengan orang tua, kini sering ditemukan menyerang usia muda, bahkan remaja.
Dokter Penaggungjawab Teknis Klinik Utama Glori Medika, dr. Yosephine, juga mengungkapkan bahwa angka kasus penyakit jantung koroner di Indonesia mencapai 12,1 persen dari total populasi. Bahkan, semakin banyak diidap oleh kelompok usia muda, yakni 39 persen berusia kurang dari 44 tahun, dan 22 persen dari pengidap jantung usia muda berada di kisaran 15-35 tahun.
“Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2013, terdapat sebesar 8,7 persen penderita hipertensi berusia 15-24 tahun. Kemudian tahun 2018 angka ini menunjukkan peningkatan menjadi 13,2 persen dengan rentang usia muda yang lebih sempit yakni 18-24 tahun. Ikatan Dokter Anak Indonesia menyatakan angka kejadian diabetes melitus pada anak usia 0-18 tahun mengalami peningkatan sebanyak 7x lipat selama jangka waktu 10 tahun,” papar dr. Yosephine.
Memang, pada umumnya penyakit tersebut dipengaruhi oleh faktor keturunan dan lingkungan sekitar. Namun, pada anak muda, faktor utama yang menjadi pemicu adalah gaya hidup yang buruk seperti merokok, kebiasaan makan tidak sehat, konsumsi gula berlebih, serta kurang olahraga.
Meski demikian, penyakit-penyakit yang tergolong ke dalam penyakit kronis tersebut dapat dicegah dan dikendalikan agar tidak membahayakan kesehatan. Selain menjaga pola hidup sehat, hal utama yang harus dilakukan adalah meningkatkan kesadaran untuk melakukan deteksi dini secara berkala.
Baca Juga: Imunisasi Dasar Lengkap Turun Selama Pandemi, Kemenkes Temukan Banyak Daerah KLB Difteri
Tak hanya untuk mendeteksi dini penyakit, pemeriksaan medis rutin juga bermanfaat untuk mengurangi biaya pengobatan jangka panjang, sebab semakin cepat sebuah penyakit ditemukan, semakin mudah untuk ditangani dan diobati. Terlebih lagi, adanya wabah covid-19 yang menjadi ancaman tersendiri bagi mereka yang memiliki penyakit berat, yang biasa disebut dengan komorbid.
“Komorbid adalah masalah kesehatan yang serius, karena adanya dua kondisi atau lebih yang dialami pasien, meningkatkan kemungkinan rawat inap dan risiko kematian serta memengaruhi kualitas hidup. Oleh karena itu pengendalian penyakit penyerta pada pasien selama masa pandemi dengan deteksi dini dan pemeriksaan medis rutin dapat mencegah keparahan dan lama rawat apabila pasien terinfeksi covid-19,” ujar dr. Henny.
Mendukung kemudahan masyarakat mengakses fasilitas kesehatan, baik untuk pemeriksaan maupun perawatan, Klinik Utama Glori Medika kini hadir di Jakarta. Berdiri dengan izin operasional per 1 November 2021 di Ruko Green Lake Sunter, Jakarta Utara, fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat ini melayani kebutuhan medis dasar dan spesialistik, dilengkapi ruang tindakan medis, poliklinik untuk pemeriksaan dokter umum dan dokter spesialis, pemeriksaan covid-19 berupa antigen dan RT-PCR, medical check-up, hingga laboratorium covid-19.
“Misi kami adalah memberikan layanan kesehatan yang baik bagi masyarakat dengan memperhatikan hak dan kewajiban pasien, peningkatan mutu tenaga medis melalui pelatihan-pelatihan yang berkelanjutan, dan harapan kami untuk dapat menerapkan manajemen kendali mutu melalui sertifikasi ISO,” jelas Asnan Bustamam selaku Direktur Utama Klinik Utama Glori Medika.
Kedepannya, Asnan mengaku berencana untuk menambah jenis pelayanan di poliklinik dengan kehadiran dokter-dokter spesialis lainnya, sehingga masyarakat dapat menemukan solusi medis di Klinik Utama Glori Medika. Selain itu, ia juga berencana untuk mengembangkan jaringan klinik di beberapa kota, dengan harapan agar semakin banyak masyarakat yang dapat terlayani untuk pemeriksaan dan pengobatan yang terjangkau.