Suara.com - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menilai, air minum dalam kemasan (AMDK) galon guna ulang memiliki hirarki tertinggi untuk mengurangi sampah plastik di Indonesia.
Dalam kaitannya dengan produk AMDK, menurut Direktur Pengelolaan Sampah KLHK, Novrizal Tahar, secara filosofis galon guna ulang itu memiliki hirarki yang lebih tinggi dari kemasan AMDK yang sekali pakai.
“Kita tahu bahwa galon guna ulang itu reuse, berulang kali dipakai. Artinya, secara hirarki, galon itu bisa kita take back,” tukasnya, dalam webinar Efektivitas Permen KLHK 75/2019 dalam Mengurangi Sampah Plastik Sekali Pakai, Jumat (22/10/2021).
Kata Novrizal, sampah plastik ini merupakan persoalan yang sangat serius. KLHK ingin, agar tidak ada persoalan baru dengan sampah plastik. Caranya dengan memastikan sampah-sampah plastik itu tidak ditemukan lagi di tempat pembuangan akhir sampah (TPA).
Baca Juga: Survei: Konsumen Indonesia Makin Tertarik Air Minum Kemasan Ramah Lingkungan
“Kita ingin mendorong produsen untuk menunjukkan komitmennya dalam menjalankan EPR atau tanggung jawab mereka terhadap sampah plastik yang diakibatkan oleh produk-produk mereka, sesuai UU No.18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah,” katanya.
Dia mencontohkan, untuk kemasan plastik sekali pakai yang digunakan konsumen, yang begitu selesai digunakan, kemasan itu langsung dibuang ke tempat sampah.
“Tidak bisa dibayangkan berapa banyak sampah plastik sekali pakai ini yang dibuang ke TPA-TPA. Kondisi seperti itulah yang mendorong kita meminta para produsen itu untuk mengurangi produksi kemasan yang menggunakan plastik sekali pakai,” ucapnya.
Saat ini Indonesia juga sudah memiliki peraturan terkait 3R (Reduce, Reuse, Recycle) yaitu Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2012 tentang pedoman pelaksanaan 3R melalui Bank Sampah yang menjadi dasar pelaksanaan Bank Sampah di Indonesia. Menurut Novrizal, reduce, reuse, dan recycle memiliki hirarkinya masing-masing.
“Reduce itu, bagi orang-orang lingkungan, orang-orang persampahan, adalah paling tinggi hirarkinya. Kalau dia bisa me-reduce, itu sudah paling tinggi levelnya. Kemudian di bawah itu reuse, jadi dipakai berulang kali. Terakhir baru recycle,” ujarnya.
Baca Juga: Ahli Kimia ITB Pastikan BPA Dalam Galon Guna Ulang Aman Dikonsumsi
Belakangan ini, ada pihak tertentu yang masif menyudutkan AMDK galon guna ulang dengan melakukan kampanye negatif di berbagai media. Di saat yang sama, ada pihak yang mengiklankan produknya di sejumlah media yang menyudutkan AMDK galon isi ulang.
“Ini menjadi konsen kami. Ini sepertinya merupakan startegi marketing atau strategi perang yang memang kurang etis. Seharusnya, strategi marketingnya tidak perlu menjelekkan produk lain,” ujar Kasubid Barang dan Kemasan Direktorat Pengelolaan Sampah, KLHK, Ujang Solihin Sidik dalam Webinar Bimbingan Teknis Penerapan Ekolabel Produk untuk Tata Kelola Lingkungan Hidup dan Sirkuler EKonomi yang diselenggarakan KLHK, Kamis (21/10/2021).
Dalam acara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (Aspadin), Rachmat Hidayat, mengungkapkan, volume AMDK, 70 persennya berasal dari galon guna ulang. Menurutnya, setiap tahun, galon guna ulang mampu menghemat penggunaan plastik. Dia mengasumsikan volume AMDK yang diwadahi galon guna ulang selama setahun pada 2020, mencapai 20 miliar liter.
“Berat satu galon guna ulang kosong sekitar 0,770 g, kalau dikalikan 1 miliar galon berarti kita perlu 770 ribu ton plastik setiap tahun. Itu setara dengan 38.500 kontainer, kalau diasumsikan 1 kontainer memuat 20 ton. Jumlah plastik ini setara dengan sekitar 40 miliar botol plastik kecil AMDK, tapi itu tidak terjadi dengan kita yang menggunakan kemasan galon guna ulang,” tuturnya.
Juru Kampanye Urban Greenpeace Indonesia, Muharram Atha Rasyadi, bahkan menyayangkan masih adanya produsen AMDK yang mengeluarkan produk-produk baru kemasan sekali pakai ini di masyarakat. Menurutnya, produsen seperti ini sama sekali tidak mendukung pengurangan sampah plastik di Indonesia.
Ia khawatir, jika masyarakan beralih dan menjadi terbiasa dengan kemasan sekali pakai, yang mana guna ulang yang ramah lingkungan malah ditinggalkan.
“Saya membayangkan, betapa tingginya potensi sampah di Indonesia. Belum ada produk baru AMDK sekali pakai ini saja kita sudah menghasilkan sampah yang tinggi, utamanya masyarakat Jakarta, yang sudah mulai bermunculan berita bahwa TPA kita sudah mulai overload. Demikian juga dengan kota-kota lain. Apalagi ditambah sampah dari produk-produk baru si produsen itu,” kata Atha.