Suara.com - Penyelenggaraan Pekan Diplomasi Iklim hari ini mengangkat tema “Biosphere Reserves: Supporting local Economies While Protecting Biodiversity and the Climate”. Dalam sambutannya, Oliver Hoppe, Counsellor Development Cooperation German Embassy mengatakan, webinar ini sangat tepat diadakannya, karena tidak hanya jelang negosiasi iklim, tetapi juga memperingati 50 tahun lahirnya program biosfer UNESCO.
“Minggu ini adalah waktu yang spesial, karena Climate Change Negotiation akan segera dibuka di Glasgow. Perundingan ini sangat penting, karena kita harus menyelamatkan masa depan kita dan planet kita,” ungkap Oliver bersemangat.
Ia menambahkan, di negara asalnya di Jerman, terdapat 16 Cagar Biosfer UNESCO. Cagar Biosfer di Jerman diciptakan bukan hanya untuk kebutuhan pariwisata saja, tetapi juga ditujukan untuk melestarikan lingkungan.
Hans Dencker Thulstrup, Senior Programme Specialist Water Environmental Sciences, UNESCO Office di Jakarta menjelaskan, “Semangat utama dari program biosfer UNESCO adalah agar kita mengetahui hubungan antara manusia dengan alam. Dengan memahami hubungannya, kita juga mampu meningkatkan hubungan tersebut, dan itu yang dilakukan dalam 50 tahun terakhir dalam memperbaiki hubungan manusia dan alam.”
Baca Juga: Wisata Bali Dibuka, The Samaya Seminyak Siap Sambut Wisatawan dengan Protokol Kesehatan
Salah satu cara UNESCO adalah dengan meluncurkan program Man And Biosphere (MAP) yaitu program sains antar negara untuk mempromosikan dan mendemonstrasikan keseimbangan hubungan manusia dengan pendekatan bioregional. Saat ini telah ada 727 Cagar Biosfer yang terdapat di 131 negara.
Pembicara lainnya, Prof Purwanto dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan, pada tahun 2020 Indonesia mempunyai 19 Cagar Biosfer dengan total area 29.856.999,96 hektar. “Ini gambaran area Cagar Biosfer Indonesia yang sangat memungkinkan untuk terus dikembangkan lagi ke depannya,” ungkapnya.
Sementara itu Per Rasmussen, Principal Advisor SASCI membahas mengenai pengembangan ekonomi hijau di Cagar Biosfer Betung Kerihun Danau Sentarum Kapuas Hulu. Menurutnya, Cagar Biosfer yang ada di Kapuas hulu ini melibatkan masyarakat setempat dan semua pemangku kepentingan yang tertarik untuk berpartisipasi dalam perencanaan dan pengelolaan.
“Mereka mengintegrasikan tiga fungsi utama, yaitu konservasi keanekaragaman hayati dan keanekaragaman budaya. Lalu pembangunan ekonomi berkelanjutan dari segi social-budaya dan lingkungan, dan dukungan logistik, mendukung pembangunan melalui penelitian, pemantauan, dan pelatihan,” paparnya.
Pada kesempatan tersebut dia juga berharap agar pemerintah serta politisi lokal perlu menunjukkan konstituen mereka tentang manfaat ekonomi yang dapat dihasilkan oleh Cagar Biosfer. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dari segi sosial-budaya dan lingkungan seringkali menjadi fokus utamanya.
Baca Juga: BP Batam Dukung Pemberian Visa Bidang Pariwisata, Perfilman dan Pendidikan
Sedangkan Dr. Irwan, M.SI, Head of Economic Planning Section, Central Sulawesi Development Planning Agency membahas mengani Perspektif Pemerintah Daerah dalam Proses-proses Multipihak untuk Pembangunan Berkelanjutan di Cagar Biosfer Lore Lindu.
“Cagar Lore Lindu ini Cagar Biosfer pertama di Indonesia yang disetujui UNESCO dalam program MAB tahun 1977. Penetapan ini menunjukkan Lore Lindu mempunyai nilai yang sangat penting bagi daerah, nasional dan juga dunia. Cagar Lore Lindu juga menjaga keanekaragaman hayati hewan-hewan endemik, serta menjadi pengendali iklim dunia, selain tentunya sebagai pengembangan pariwisata dan budaya.
Pada kesempatan yang sama Perwakilan Pemuda, Sukma Impian Riveningtyas mencoba berbagi pengalamannya mengenai bagaimana program MAB Networt UNESCO memberi keuntungan buat para pemuda seperti dirinya.
“Kami mengombinasikan sains dan pengetahuan lokal pada komunitas kami, sehingga kami dapat menunjukkan bahwa anak muda seperti dapat dilibatkan untuk menyelamatkan masa depan,” imbuh Sukma.