IETD 2021, Serukan Target Dekarbonisasi Indonesia pada 2050

Arendya Nariswari Suara.Com
Rabu, 15 September 2021 | 18:59 WIB
IETD 2021, Serukan Target Dekarbonisasi Indonesia pada 2050
IETD 2021, Serukan Target Dekarbonisasi Indonesia pada 2050. (Zoom)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Tahun keempat, Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) kembali hadir untuk memfasilitasi diskusi-diskusi mengenai transisi energi di Indonesia. Mengusung tema Raih Dekarbonisasi Mendalam pada 2050: Tetapkan Target, Mobilisasi Aksi, dan Capai Bebas Emisi, IETD 2021 dilaksanakan secara daring melalui website ietd.info, Senin-Jumat (20-24/09/2021).

“Dialog tahun 2021 akan membahas secara terperinci jalur yang Indonesia dapat tempuh untuk mencapai bebas emisi 2050 dengan mengundang lebih dari 60 pembicara dari Indonesia maupun internasional,” ujar Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa dalam launching Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2021 secara virtual, Selasa (14/09/2021).

Pembicara itu di antaranya adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Republik Indonesia Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa, Chairman Rocky Mountain Institute (RMI) Amory Lovins, dan Executive Secretary United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) Patricia Espinosa.

Acara yang berlangsung selama lima hari ini pun akan dibuka secara resmi oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif.

IETD 2021 fokus membahas pentingnya upaya dekarbonisasi sistem energi di Indonesia dengan segera bertransisi energi dari energi fosil menuju pemanfaatan 100 persen energi terbarukan pada 2050. Sebab, upaya dekarbonisasi tentu saja memerlukan kerangka kebijakan yang kuat. Tujuannya untuk memobilisasi teknologi, dan investasi di sektor energi terbarukan. Dengan begitu, energi terbarukan bisa bersaing dengan energi fosil yang padat subsidi.

Hanya saja, secara komitmen politik dan kebijakan, Indonesia masih tidak selaras dengan Persetujuan Paris. Hal ini tercermin pada dokumen pemutakhiran komitmen nasional Indonesia atau Nationally Determined Contributions (NDC) 2021. Selain terlambat 10 tahun dari target Persetujuan Paris, IESR menilai bahwa skenario mitigasi di sektor energi dalam dokumen tersebut masih sarat dengan energi fosil.

Oleh karena itu, kegiatan yang diselenggarakan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) dan Indonesia Clean Energy Forum (ICEF) fokus membahas pentingnya upaya dekarbonisasi sistem energi di Indonesia, yaitu dengan segera bertransisi energi dari energi fosil menuju pemanfaatan 100 persen energi terbarukan pada 2050.

Ada tiga isu utama diangkat dalam IETD 2021 kali ini. Pertama, meningkatkan pemahaman tentang target dekarbonisasi Indonesia pada 2050. Kedua, mendorong para pemangku kebijakan untuk menetapkan target dekarbonisasi pada sektor energi kelistrikan pada 2050. Ketiga, memfasilitasi diskusi terkait tindakan yang dibutuhkan pemerintah dan tantangan untuk mewujudkan target dekarbonisasi pada 2050.

“Skenario low carbon scenario compatible with Paris Agreement target (LCCP) dalam Long-Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience (LTS-LCCR) tidak mencerminkan Indonesia mengatasi krisis iklim.

Baca Juga: PLTU Mulut Tambang PTBA Butuh 5,4 Juta Ton Batu Bara per Tahun, Terbesar di Indonesia

Pemerintah terjebak dalam solusi palsu untuk menurunkan emisi gas rumah kaca dengan berharap pada teknologi seperti CCS/CCUS yang mahal dan sejauh ini menunjukan tidak efektif dalam menurunkan emisi di PLTU. Skenario ini justru menjauhkan kita dari transformasi sistem energi berbasis pada teknologi terbaik yang lebih handal, bersih dan kompetitif,” tandas Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI