Mengupas Kedudukan LMKN dalam PP 56 2021 tentang Royalti Musik

Ferry Noviandi Suara.Com
Jum'at, 13 Agustus 2021 | 01:16 WIB
Mengupas Kedudukan LMKN dalam PP 56 2021 tentang Royalti Musik
Para peserta webinar tentang Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Namun dalam perjalanannya, konsep LMKn berubah menjadi LMKN (huruf N besar) dan ditempelkan langsung. Perubahan konsep itu semakin dipertegas oleh PP 56 tahun 2021 yang menyebut LMKN bukan LMK yang  secara hukum perdata mewakili para pemilik hak.

"Kita tahu anggota LMKN ini dipilih oleh pansel (panitia seleksi), dan mereka tidak mendapat kuasa dari para pemilik hak, melainkan mendapat kewenangan dari otoritas publik, yakni Menteri," Imbuh Prof Dr. Agus Sardjono.

Menurut Prof Agus Sardjono, membahas masalah polemik LKMN, harus dilihat dari dua perspektif perdata dan perspektif administrasi negara.

Kalau dilihat dari perspektif perdata, LKMN sebagai lembaga privat dibentuk berdasarkan undang-undang hak cipta. Sementara kalau dilihat dari sisi perspektif administrasi negara yang diatur melalui undang-undang No 56 tahun 2021 yang dengan tegas menyatakan, bahwa LKMN adalah lembaga bantu pemerintah.

"Kalau dilihat dari sisi perdata LKMN dimaksudkan untuk mewakili para user,  yakni pencipta lagu dengan pengguna karyanya. Tapi perspektif perdata juganbisa didekati dengan pendekatan doktrinal. Sementara kalau dari sisi administrasi negara yang melihat menurut PP 56  2021 sebagai lembaga bantu pemerintah yang menangani urusan pemerintahan yang tidak tercakup oleh organ-organ pemerintah sesuai konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia," tutur Prof. Dr Agus Sardjono.

Kata Prof. Dr. Agus Sardjono PP Nomor 56 Tahun 2021 memang dibuat untuk kepentingan musisi selaku pemilik hak cipta. Dia juga berharap diskusi ini menjadi bahan masukan dan dibahas secara terbuka.

"Tujuannya hanya satu, untuk kebaikan dan kesejahteraan pemilik hak cipta, karena mereka telah memberikan kontribusi yang besar kepada kebudayaan Indonesia, kepada masyarakat kita.  Jadi tolong perhatian kita dalam penyusunan UU, bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan kepentingan rakyat," tutup Prof. Dr. Agus Sardjono.

Sementara Dr Dian Puji membahas soal kedudukan lembaga negara dan pertanggungjawaban keuangan LMKN. Dia menyoroti biaya operasional LMKN yang diambil dari royalti yang diperolehnya sebesar 20 persen paling banyak. Hal ini tidak terlepas dari status LMKN yang merupakan lembaga bantu pemerintah non-apbn.

"LMKN yang dibentuk menteri berdasarkan Pasal 18 ayat 1 PP No.56 tahun 2021 sehingga tugas dan susunannya diatur oleh menteri menyebabkan karakter hukumnya menjadi lembaga pemerintahan. Lembaga pemerintah, mau inti, pendukung, pembantu, semua harus menggunakan APBN, tidak boleh menggunakan mekanisme selain APBN," ucap Dr Dian.

Baca Juga: Dolly Parton Investasikan Royalti Lagu Whitney Houston untuk Komunitas Kulit Hitam

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI