Suara.com - Kondisi di tengah pandemi menuntut kita untuk beradaptasi dengan keadaan. Salah satunya terkait pembelajaran daring atau PJJ untuk anak-anak di kala sekolah tatap muka masih ditutup.
Pandemi sebagai krisis kesehatan dapat berdampak menelantarkan banyak orang. Tantangan sosial-ekonomi timbul untuk tiap elemen masyarakat, termasuk anak-anak. Anak dan remaja adalah korban yang tidak terlihat, mengingat adanya dampak panjang terhadap kesehatan, kesejahteraan, perkembangan, dan masa depan. Dampak tidak langsung ini salah satunya dirasakan saat dunia menghentikan sementara proses pembelajaran secara tatap muka.
Menurut data UNESCO tahun 2020, ada 260 juta anak di dunia tidak bisa mengakses pendidikan karena keterbatasan dan 24 juta di antaranya terancam putus sekolah. Sedangkan, menurut data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sebanyak 60 juta siswa tidak dapat belajar di sekolah.
Tentunya cara ini sudah dirasa tepat untuk menghindari adanya penyebaran virus di area sekolah. Namun, sayangnya tidak semua anak di negeri kita ini mempunyai sumber daya untuk mengakses pendidikan secara daring. Masih banyak anak yang memiliki keterbatasan, terutama anak-anak yang berisiko atau telah kehilangan pengasuhan orangtua.
Ini juga memunculkan kekhawatiran adanya peningkatan angka putus sekolah yang sudah mencapai 4,34 juta jiwa berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2019.
Baca Juga: Gara-gara Ini, Ribuan Siswa di Cimahi Terancam Tak Naik Kelas
Dalam kondisi sulit ini, anak dan remaja yang telah atau berisiko kehilangan pengasuhan orangtua merasakan dampak yang signifikan, seperti minimnya akses kesehatan dan ketiadaan fasilitas pembelajaran jarak jauh. Anak dan remaja yang tidak mendapatkan pengasuhan orangtua cenderung terdampak lebih parah ketika terjadi bencana, termasuk pandemi Covid-19. Oleh karena itu, mereka membutuhkan perhatian lebih saat ini.
SOS Children’s Villages Indonesia sebagai organisasi nirlaba yang fokus pada pengasuhan alternatif dan penguatan keluarga rentan, memiliki tiga komitmen dasar yang diwujudkan bagi terpenuhinya pemenuhan hak anak-anak, yaitu Pengasuhan, Kesehatan, dan Pendidikan.
Selama 48 tahun SOS Children’s Villages memastikan anak-anak yang diasuh dan didampingi mendapatkan pendidikan yang mereka butuhkan, tak terkecuali di tengah kondisi pandemi ini. Totalnya ada 940 anak yang telah kehilangan pengasuhan diasuh di 8 lokasi SOS Children’s Villages di Indonesia.
Selain itu, SOS juga memiliki program penguatan keluarga bagi keluarga rentan di 10 lokasi Indonesia. Dari ribuan keluarga yang didampingi, SOS juga memastikan 6326 anak yang berisiko kehilangan pengasuhan mendapatkan pemenuhan atas hak-hak mereka.
Salah satu solusi untuk keterbatasan anak-anak yang tidak memiliki sumber daya untuk menempuh pendidikan daring adalah pengadaan infrastruktur yang mumpuni. Tidak hanya itu, masih banyak faedah yang bisa dirasakan anak-anak dengan mengakses internet dan dunia pembelajaran daring.
SOS Children’s Villages Indonesia sendiri sudah menyiapkan program Digital Village & Library untuk dapat mendukung anak-anak dalam proses pembelajaran jarak jauh, pengembangan diri, hingga persiapan remaja menuju kemandirian.
Baca Juga: Siswa Izin Absen PJJ Mau Kemoterapi, Guru Melarang dan Beri Jawaban Kejam
Konsep Digital Village yaitu menyediakan perangkat komputer dan jaringan internet di setiap rumah keluarga atau dalam sebuah komunitas dengan tujuan sebagai media untuk mendukung pembelajaran dan pengembangan diri anak dan keluarga. Di SOS Children’s Village Flores, misalnya, pemasangan Digital Village dilakukan sejak Desember 2019.
Di tengah kondisi pandemi dan anak-anak tidak bisa sekolah, program Digital Village ini kembali dikencangkan agar semua anak-anak asuhan dan dampingan SOS Children’s Villages bisa mendapatkan kesempatan pembelajaran yang sama seperti anak-anak lainnya.
Dengan bantuan dan dukungan berbagai pihak dan mitra korporasi, 8 lokasi desa anak SOS kini sudah dilengkapi dengan fasilitas Digital Village. Setelah kebutuhan untuk 940 anak terpenuhi, SOS Children’s Villages fokus menyiapkan pengadaan infrastruktur bagi ribuan anak dan keluarga di komunitas dampingan.
“Saya baru memulai kuliah di jurusan Sistem Informasi. Karena pandemi, kuliah dilakukan jarak jauh secara online. Saya bersyukur ada dukungan komputer dan jaringan internet di rumah sehingga tidak kesulitan mengikuti perkuliahan dengan baik hingga saat ini. Saya juga mendapat kesempatan untuk mengikuti computer programming course secara online yang diselenggarakan oleh Mentors Without Borders yang berlokasi di Bacau, Rumania,” cerita Lisa*, remaja SOS Children’s Village Semarang.
Di daerah lain, ada anak-anak Komunitas Kampung Jawa di Banda Aceh yang turut merasakan manfaat Digital Village. Kampung Jawa merupakan salah satu komunitas dampingan Family Strengthening Program SOS yang terletak di pinggiran kota Banda Aceh yang penduduknya kebanyakan bekerja sebagai pemulung dan nelayan. Sehari-hari, anak-anak disibukkan dengan membantu orangtua memulung dan mencari ikan di laut. Keterbatasan ekonomi mengharuskan anak-anak ikut membantu orang tua mereka mencari nafkah. Bahkan, banyak anak dari Kampung Jawa yang melupakan pendidikan formal, terutama di masa pandemi ini, karena tidak memiliki ketersediaan perangkat untuk belajar online dan jaringan internet.
Menyikapi hal tersebut, SOS Children’s Village Banda Aceh membantu menyediakan solusi untuk anak yang ingin belajar dan mengembangkan bakat yang dimiliki. Pembina SOS Banda Aceh mengadakan les komputer setiap dua kali dalam seminggu. Anak-anak di Kampung Jawa dijemput menggunakan mobil operasional dan menuju SOS Banda Aceh dengan dampingan seorang ketua pemulung, Ibu Juariyah. Anak-anak yang mengikuti les komputer berkisar 10-15 anak setiap minggunya. Mereka diajarkan untuk mengenal perangkat komputer, mengoperasikan komputer dasar. Pembelajaran dilakukan bertahap sampai mereka bisa melanjutkan ke tahap yang lebih mendalam.
Kendati demikian, fasilitas komputer di village masih kurang karena jumlah anak jauh lebih banyak dibanding dengan jumlah fasilitas komputer. Mereka harus memakai komputer di rumah dan di lab komputer secara bergantian. Fasilitas komputer juga belum merata tersebar di ratusan lokasi komunitas. Karena itulah, dukungan dan bantuan masyarakat serta para mitra masih berperan besar untuk bersama-sama mensukseskan program Digital Village & Library bagi generasi penerus bangsa kita.