Suara.com - Pemanfaatan energi terbarukan dianggap berperan penting terhadap penurunan emisi karbon di tengah pandemi Covid-19 seperti saat ini.
Energi terbarukan juga sangat strategis untuk mitigasi perubahan iklim.
Apalagi, analisa terbaru dari jurnal Nature Climate Change mengungkapkan, karantina global yang dilakukan akibat Covid-19 membuat emisi karbon mengalami penurunan.
Untuk mendukung upaya penurunan emisi karbon, Ketua Asosiasi Pengembang Pembangkit Listrik Tenaga Air M. Riza Husni mengatakan pemerintah dapat mulai melirik energi air sebagai ingredient utama energi terbarukan di Indonesia.
Baca Juga: Produsen Pulp dan Kertas Ini Ungkap Targetnya di 10 Tahun Mendatang
Apalagi secara letak geografis, negara Indonesia kaya akan air dan sungai.
"Air banyak kelebihannya yaitu ramah lingkungan, pola operasinya yang mudah disesuaikan, tidak bersifat intermitent, murah serta ekonomis. Dengan biayanya yang relatif murah dan ekonomis, ini dapat menggugah pemerintah tidak menstigmakan energi terbarukan sebagai hal yang mahal," kata dia.
Sebagai contoh, PLTA Batang Toru yang berkapasitas 510 MW di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara diatur untuk berkontribusi pada pengurangan emisi karbon sekitar 1,6 juta ton per tahun atau setara dengan kemampuan 12 juta pohon menyerap karbon.
Sementara, data dari Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) menunjukkan bahwa penurunan CO2 dari sektor energi mencapai sebesar 64,4 juta Ton CO2 dari target 58,0 juta Ton CO2.
Pada tahun ini, pertumbuhan energi terbarukan diperkirakan akan semakin terang. Ada sejumlah sinyal positif yang mengindikasikan pemerintah memiliki keinginan yang kuat mendorong energi terbarukan.
Baca Juga: Hanya 3 Minggu, Rumah Dua Tingkat Ini Dibangun dengan Mesin 3D
Diantaranya, pemerintah akan mengeluarkan Peraturan Presiden mengenai energi terbarukan. Perpres tersebut diyakini bakal memperbaiki iklim investasi energi terbarukan di Tanah Air.
Kehadiran Perpres diharapkan iklim investasi energi terbarukan di Indonesia bisa lebih menarik lagi karena di dalamnya ada ketentuan harga yang lebih simpel, yaitu ada feed-in tariff untuk energi terbarukan.