Suara.com - PT. Duta Global Insan Indonesia (DGII) dan Universitas Islam As Syafiiyah (UIA) melaksanakan webinar internasional bertajuk “Duta Bangsa Menuju Global”, dengan subtema “Memanfaatkan Bonus Demografi untuk Melejitkan Ekonomi Bangsa”., Kamis (21/1/2021).
Direktur Utama DGII Endraswari Safitri, menyampaikan tujuan acara ini adalah untuk menyosialisasikan peluang kerja dan belajar di Jepang, dan DGII tengah merancang sebuah konsep yang akan mempersiapkan anak bangsa yang profesional, mandiri berwawasan kebangsaan yang siap berkarier di luar negeri.
Targetnya adalah anak-anak usia 18-30 tahun untuk bekerja di luar negeri. DGII dan UIA sudah menandatangani MOU dengan Liana Segrus, Co, Ltd - Jepang sebagai Registered Supporting Organization.
"Isi MOU tersebut adalah kerja sama untuk bidang akademik dan pengiriman tenaga kerja terdidik ke Jepang. Kami dapat menjamin, jika anak lulus dalam pendidikan bahasa Jepang dan karakter, maka dapat langsung berangkat ke Jepang," kata Endraswari.
Baca Juga: Pengertian Bonus Demografi, Manfaat, hingga Dampaknya
DGII fokus pada program Specified Skill Worker untuk pengirman tenaga perawat (caregiver). Pada kesempatan itu, Rektor UIA, Dr. Masduki Ahmad, SH, MM menyampaikan, program kerja dan belajar di Jepang ini sangat baik.
"Kami UIA siap mengawal para calon peserta untuk mempersiapkan tenaga kerja terdidik yang profesional, dan mengajak banyak pihak lain untuk bekerja sama dengan kami untuk menyukseskan program ini," katanya.
Pemateri pertama, Pror. Dr. Ir. Marsudi Wahyu Kisworo, IPU (Komisaris Independen PT Telkom Indonesia, TBK) menjelaskan, Indonesia akan mengalami bonus demografi, dan jika tidak dipersiapkan dengan baik akan menjadi permasalahan di bidang ketenaga kerjaan.
Pihak Jepang, yaitu Kazuya Yamanouchi sebagai President Liana Segrus, Co, Ltd, mengatakan, Jepang sedang mengalami kekurangan tenaga kerja (extreme labor shortage). Menyadari situasi tersebut, parlemen Jepang mengeluarkan kebijakan ketenagakerjaan baru melalui amandemen Immigration Control and Refugee Recognition Act, dimana kebijakan baru ini mulai berlaku sejak April 2019 dan akan membuka peluang kerja seluas-luasnya kepada negara lain.
Perbedaan kebijakan parlemen Jepang dari yang sebelumnya, dulu hak dan kewajiban pekerja asing dibedakan, maka sekarang sama dengan pekerja Jepang. Sebagai gambaran, dari sisi gaji UMR, pekerja Jepang jika di rupiahkan berkisar Rp25 juta.
Baca Juga: Dilematis Pendidikan Memasuki Abad Bonus Demografi Mendatang
Pembicara selanjutnya adalah Shinji Kurata (HR Department Advisor, Hitowa Holding Co.Ltd). Ia menjelaskan, kebutuhan tenaga kerja perawat di Jepang sangat besar. Perusahaan yang sudah berdiri sejak 2006, di Ark Hills South Tower , Minato-ku, Tokyo ini memiliki jasa pelayanan, yaitu pelayanan keperawatan untuk orang tua, anak-anak, individu dan juga jasa pelayanan makanan.
"Kami menghadapi problem dan situasi, dimana generasi baby boomer akan masuk ke dalam penduduk usia tidak produktif di tahun 2025. Populasi ini akan meningkat 17,8 persen dari total populasi di Jepang. Sedangkan angkatan kerja produktif di Jepang akan mengalami penurunan, sehingga kebutuhan akan tenaga kerja di sektor keperawatan akan terus meningkat," jelas Shinji.
Pembicara terakhir, Yoichiro Higashi (GM Business Development Group The Nishiniphon Shimbun, Co.Ltd), menjelaskan The Nishinippon Newspaper adalah surat kabar yang telah berdiri sejak 1876. NNP ini adalah anggota dari Actis Group Foreign Employment Center (AGFEC) salah satu asosiasi ketenagakerjaan asing di Jepang yang terbesar di Kyushyu, imbuhnya.
Yoichiro melanjutkan, AGFEC bertujuan untuk menawarkan lowongan pekerjaan yang tepat bagi pekerja asing di perusahaan-perusahaan yang berada di kota Kyushyu.
The NNP juga bekerja sama dengan Liana Segrus, Co.Ltd (Registered Support Organization), yang menawarkan lowongan pekerjaan di Jepang, tetapi juga mendukung para pekerja asing untuk hidup di Jepang.
Komisaris DGII lainnya, Prof. Ace Suryadi, M.Sc, Ph.D, yang juga Dewan Pakar dan Ketua Pusat Kajian Kebijakan Pendidikan Nasional PGRI mengatakan pada kesempatan lain mengatakan, dalam 10 tahun ke depan, Jepang membutuhkan sekitar 8-10 juta pekerja terdidik Indonesia untuk bekerja di berbagai jenis dan sektor industri.
Dengan program Goes to Japan, Indonesia memerlukan investasi Rp 15 triliun untuk membentuk 1 juta lulusan SMK-Sarjana yang siap kerja di Jepang.
Sebagai tuan rumah pada web seminar internasional kali ini, Komisaris Utama Duta Global Insan Indonesia, Prof. DR. H. Dailami Firdaus yang juga menjabat sebagai Ketua Yayasan Perguruan Tinggi As-Syafi’iyah. Hadir 3 narasumber dari Jepang, yaitu Kazuya Yamanouchi (President Liana Segrus, Co.Ltd), Shinji Kurata (HR Department Advisor, Hitowa Holding Co.Ltd), dan Yoichiro Higashi (GM Business Development Group The Nishiniphon Shimbun, Co.Ltd).
Selain itu, Prof. Dr. Ir. Marsudi Wahyu Kisworo, IPU (Komisaris Independen PT Telkom Indonesia, TBK) beliau juga adalah Ketua Umum Aliansi Pendidikan Vokasional Seluruh Indonesia. Hadir juga sebagai translator Indonesia - Jepang, Dr. Dedi Sutedi, MA, M,Ed. (Ketua Forum Dosen Pendidikan Bahasa Jepang Indonesia), yang juga sebagai Direktur Pendidikan dan Pelatihan di DGII. Webinar tersebut dihadiri oleh lebih 500 peserta dari berbagai daerah.