Suara.com - Direktur Penertiban Pemanfaatan Ruang, Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Dr. Andi Renald, S.T, M.T memaparkan bahwa penataan ruang merupakan panglima pembangunan Indonesia seperti yang tertera dalam Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020.
Fungsi penertiban pemanfaatan ruang sebagai upaya pengendalian pemanfataan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan dengan cara mewujudkan tertib tata ruang.
“Bila tidak ada upaya penertiban pemanfaatan ruang, maka setiap indikasi ketidaksesuaian dan pelanggaran ruang berujung pada sulitnya mewujudkan kesejahteraan umum dan keadilan sosial. Di samping itu, pembangunan Indonesia yang berpegang pada tiga pilar utama, yakni ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya turut terganggu jika kita tidak memperhatikan penertiban pemanfaatan ruang,” jelas Andi dalam siaran pers yang diterima Suara.com, Kamis (31/12/2020).
Ia mencontohkan, pertama, muncul keresahan sosial akibat golongan masyarakat tertentu tidak tertib pemanfaatan ruang ekonomi.
Baca Juga: Pemerintah Targetkan Seluruh Bidang Tanah RI Sudah Terdaftar pada 2025
Kedua, efek dari tindakan pelanggaran dalam pemanfaatan ruang, khususnya lingkungan sebagai pondasi pembangunan, mengakibatkan biaya restorasi lingkungan dan sosial yang besar.
Ketiga, terjadi pergeseran nilai-nilai budaya yang sebelumnya arif menjadi serakah dan merusak.
Menurut Andi, pengenaan sanksi bagi setiap orang atau badan yang melakukan pelanggaran di bidang penataan ruang tercantum dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelanggaraan Penataan ruang dapat berupa memanfaatkan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang; memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang telah diberikan oleh pejabat berwenang; tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang; serta tidak memberikan atau menghalangi akses kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.
“Hingga saat ini terdapat lebih dari 6.000 indikasi ketidaksesuaian pemanfaatan yang diklarifikasi dan lebih dari 200 kasus tersebut berupa indikasi pelanggaran pemanfaatan ruang yang ditindaklanjuti oleh Kementerian ATR/BPN dan bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Kota seluruh Indonesia," terangnya.
Bahkan, sambung Andi, ada beberapa kasus yang sifatnya kompleks ditangani secara multidoors, yakni penangan kasus melibatkan KPK, Kepolisian, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) kementerian seperti Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia. "Penanganan kasus secara multidoors ini telah dilakukan di Lampung, Batam, dan Bangka Belitung, contohnya,” jelas Andi.
Baca Juga: Berantas Mafia Tanah, BPN Setuju Usulan Johan Budi untuk Gandeng KPK
Dia menambahkan bahwa dominasi kasus indikasi pelanggaran pemanfaatan ruang itu terjadi di daerah perkotaan yang sangat berkembang. Sebab, ruang sangat terbatas, tetapi penghuninya semakin bertambah. Terjadi urbanisasi yang tidak terencana sehingga desakan kebutuhan ruang itu semakin meningkat dan berimbas pada pelanggaran tata ruang.
Indikasi pelanggaran pemanfaatan ruang itu paling banyak terjadi di Pulau Jawa. Contohnya, alih fungsi ruang dari lahan persawahan menjadi pemukiman atau pembangunan di kawasan lindung setempat seperti di sempadan pantai, sungai, dan danau.
“Sanksi yang diberikan kepada setiap orang/badan yang melanggar rencana tata ruang dapat berupa sanksi administratif maupun pidana," ungkap Andi.
Sanksi administratif merupakan sanksi yang diberikan pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah terhadap setiap orang/badan yang melakukan pelanggaran administratif di bidang penataan ruang sebagaimana yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Bentuk sanksinya sendiri dapat berupa pembongkaran, penghentian sementara kegiatan, perintah pemulihan alih fungsi ruang, hingga denda.
Sanksi pidana itu, ungkap Andi, diberikan kepada setiap orang/badan yang melakukan tindak pidana di bidang penataan ruang setelah melalui serangkaian proses pengawasan, pengamatan, pemeriksaan, penelitian, penyidikan, hingga peradilan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ia melanjutkan, proses penyidikan terhadap tindak pidana tersebut dilakukan oleh PPNS Penataan ruang yang kedudukannya tersebar di tingkat pusat dan daerah dengan jumlah lebih dari 800 orang. Namun, PPNS Penataan Pusat Daerah tidak memiliki hubungan subordinat dengan kementerian pusat karena merupakan Pegawai Negeri Sipil Daerah yang bertanggung jawab terhadap pimpinan daerahnya masing-masing.
Meskipun demikian, selain melakukan pengaturan, pembinaan, pengawasan, dan pelaksanaan penertiban pemanfaatan ruang, Kementerian Pusat tetap bertanggung jawab untuk melaksanakan pengaturan, pengawasan, serta pembinaan terhadap seluruh PPNS Penataan Ruang, baik yang berkedudukan di pusat maupun di daerah.
“Untuk mendukung kinerja PPNS di daerah, Direktorat Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang telah membentuk sekretariat PPNS Penataan Ruang di daerah yang saat ini sudah terbentuk di 17 Provinsi pada Kanwil BPN,” jelas Andi.
lebih lanjut ia menuturkan bahwa Direktorat Penertiban Pemanfaatan Ruang juga menangani isu terkait sengketa dan konflik di bidang penataan ruang. Isu ini merupakan penyumbang konflik paling besar di Indonesia. Sebagaimana disebutkan dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, penyelesaian sengketa dilakukan baik sengketa antardaerah, maupun antar pemangku kepentingan lain secara bermartabat.
Undang-undang yang sama juga mengamanatkan agar penyelesaian sengketa dapat mengedepankan proses penyelesaian melalui musyawarah mufakat. Dalam hal ini, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah diharapkan dapat mendukung upaya penyelesaian sengketa dan konflik di bidang penataan ruang ini sebagai fasilitator dan/atau mediator untuk mencegah munculnya konflik yang lebih luas.”
Sepanjang tahun 2020, sambungnya, Direktorat Penertiban Pemanfaatan Ruang dibantu PPNS Penataan Ruang di Daerah, Pemda Provinsi, Pemda Kabupaten dan Kota telah berhasil menangani kasus-kasus pelanggaran pemanfaatan ruang.
Sebut saja, di Wilayah I yang mencakup Pulau Sumatera, di antaranya 9 lokasi berupa tambang liar dan perumahan di kawasan hutan lindung dan dilakukan penutupan lokasi di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau; 1 lokasi mall diberi surat peringatan karena berada di badan sungai Kota Jambi, Provinsi Jambi; 1 hotel dibangun di rawa konservasi, diawasi, dan dapat diberikan sanksi administrasi berupa penutupan lokasi di Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan; dan 2 bangunan restoran di sempadan pantai diberikan sanksi administratif berupa penutupan lokasi di Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu.
Untuk Wilayah II meliputi Pulau Jawa dan Bali terdapat beberapa pencapaian penertiban pemanfaatan ruang seperti 2 lokasi diberikan surat peringatan dan dapat ditutup sementara lokasi pengembalian fungsi di Provinsi DKI Jakarta; 1 lokasi situ diawasi dan apabila ada pelanggaran akan ditindak secara pidana di Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten; untuk Provinsi Jawa Barat meliputi 1 lokasi wisata buatan dibongkar sebagian karena dibangun di badan air di Kabupaten Bekasi, 1 lokasi wisata buatan di bongkar, 1 tambang pasir diberikan peringatan dan dapat ditutup lokasi, 1 rumah makan diberi surat peringatan di Kabupaten Bandung Barat, 2 lokasi industri diberi surat peringatan karena industri tersebut tidak memenuhi ketentuan syarat izin di Kota Bekasi, 2 lokasi wajib memperbaiki izinnya sesuai ketentuan yang berlaku, Kabupaten Sukabumi.
Sementara itu, di Provinsi Jawa Tengah terdapat 1 lokasi sempadan sungai/kali dan 1 lokasi alih fungsi lahan pertanian diberikan surat peringatan dan dapat dibongkar dan 1 lokasi diimbau untuk tidak mengalihfungsikan lahan pertanian dan apabila dilanggar akan diberi surat peringatan dan diberikan sanksi lebih berat di Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah.
Di samping itu, pencapaian di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, terdapat 4 bangunan di lokasi sempadan sungai/kali diberikan surat peringatan di Kabupaten Bantul dan 1 lokasi diimbau untuk tidak memanfaatkan sempadan sungai untuk bangunan di kota Yogyakarta.
Sedangkan, untuk Provinsi Jawa Timur, kata Andi, terdapat 2 lokasi bangunan di sempadan sungai diberikan peringatan di Kabupaten Sidoarjo; 1 bagian pabrik semen dan 1 perumahan di RTH yang diimbau untuk dipindahkan atau dikembalikan fungsinya di Kabupaten Gresik; 1 sebagian fasilitas industri di RTH diawasi dan bila tidak dipindahkan akan dikenakan sanksi administrasi di Kota Surabaya.
Pencapaian penertiban pelanggaran ruang di Wilayah III mencakup Pulau Kalimantan dan Sulawesi, lanjutnya, terdapat 3 bangunan melanggar sempadan sungai dan diberi surat peringatan di Kabupaten Kotawaringin Timur, Provinsi Kalimantan Tengah; 1 lokasi penambangan liar di kawasan/hutan lindung ditutup lokasi dan akan diancam pidana di Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan; 1 lokasi perumahan dan 1 lokasi perusahaan melakukan alih fungsi lahan diberikan surat peringatan di Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur.
Selanjutnya, ada pula 1 lokasi hotel yang berada di sempadan pantai diberikan peringatan di Provinsi Sulawesi Utara; 1 lokasi di sempan sungai dibongkar dan 1 gudang telah dibongkar di Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo; 1 lokasi di sempadan pantai diberikan surat peringatan di Kabupaten Konawe dan 2 lokasi bangunan diberikan sanksi administrasi berupa penyegelan/penutupan sementara kegiatan di kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara.
Andi juga memaparkan bahwa untuk pencapaian penertiban pelanggaran ruang di Wilayah IV meliputi Pulau Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua, terdapat 1 tambang pasir di sempadan pantai dan hutan produksi terbatas diberi surat peringatan dan penghentian kegiatan di Kota Sorong, Provinsi Papua Barat; Sekelompok bangunan pada sempadan sungai telah diberi surat peringatan dan akan dibongkar oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Merauke, Provinsi Papua; 1 café di sempadan pantai telah diberi surat peringatan dan akan dibongkar oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pulau Morotai, Provinsi Kepulauan Maluku Utara; 1 resort telah diberi peringatan untuk tidak menutup akses publik ke pantai dan akan dilakukan pengawasan reguler oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat; dan 1 hotel mewah diawasi dan akan diberikan sanksi administrasi berupa surat peringatan dan denda administratif di Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Dia mengatakan bahwa segala tindakan penertiban yang dilakukan oleh Direktorat Penertiban Pemanfaatan Ruang ini berdasarkan adanya laporan atau pengaduan dari masyarakat secara tertulis maupun lisan; temuan PPNS Penataan Ruang; hasil pengawasan teknis dan pengawasan khusus; hasil audit tata ruang; dan/atau tertangkap tangan oleh PPNS Penataan Ruang.
“Saat ini, masyarakat juga dapat melaporkan indikasi pelanggaran pemanfaatan ruang kepada Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota, terutama yang membidangi Tata Ruang secara online melalui Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (Ditjen PPTR), Kementerian ATR/BPN), yakni www.direktoratpenertiban.id," jelas Andi.
Di dalam aplikasi tersebut, lanjut dia, terdapat fitur layanan bagi masyarakat untuk melakukan pengaduan indikasi pelanggaran pemanfaatan ruang dan perkiraan lokasinya secara geografis dapat diklik, serta setiap pengaduan dijamin kerahasiaanya, juga pelapor atau pengadu dapat melihat sejauh mana pelaporan dan pengaduan sudah ditindaklanjuti dengan proses klasifikasi, verifikasi dan penyelesaian sesuai aturan.