Suara.com - Kesuburan Indonesia ialah sebuah keajaiban dan berkah tersendiri. Seperti suburnya tumbuhan tembakau yang ditanam di lingkungan alam tropis Indonesia, seperti di kawasan Pulau Jawa, ternyata kualitas hasilnya tak kalah dibandingkan dengan saat tanaman itu dibudidayakan di negara asalnya.
Namun akibat pandemi Covid-19 banyak mengalami masalah produksi, para pemangku kepentingan IHT ( Industri Hasil Tembakau) harus melakukan tindakan cepat dan penyesuaian yang besar khususnya pabrikan terhadap pola produksinya. Sebagai implikasi dari situasi tersebut, beban biaya operasional pabrikan makin berat.
“Pada waktu yang sama kewajiban dan harapan untuk mempertahankan tenaga kerja juga harus terus dilaksanakan. Untuk itu, kami berharap Pemerintah mampu memberikan arah kebijakan yang jelas bagi IHT,” tegas Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Budidoyo.
Ketua Umum AMTI, Budidoyo mengatakan multiflier effect yang dikontribusikan oleh industri hasil tembakau (IHT) terhadap ekonomi nasional, salah satunya ditunjukkan dengan serapan tenaga kerja industri sebesar 6,4% terhadap seluruh pekerja industri manufaktur.
Baca Juga: Dibanjiri Produk Impor, Perusahaan Kertas Sigaret Dalam Negeri Terancam
“Tidak ada industri yang mampu menyerap tenaga kerja sebanyak IHT. Sektor ini memberi multiflier effect yang signifikan bagi ekonomi dengan rantai pasok hulu-hilirnya yang berada di Indonesia. Saat ini, IHT menghadapi tantangan yang berat, termasuk upaya pulih dari dampak pandemi Covid-19,” ujar Budidoyo dalam Seminar Online Tobacco Series#2 yang mengangkat tema Menilik Arah Kebijakan Industri Hasil Tembakau Sebagai Sektor Padat Karya, pada Kamis (6/7).
AMTI menyatakan industri hasil tembakau telah menggairahkan sektor padat karya, dengan memberikan dampak berantai (multiflier effect) yang signifikan dalam percepatan pemulihan ekonomi nasional dari tekanan pandemi Covid-19.
Upaya IHT untuk mempertahankan tenaga kerja di tengah situasi yang sulit pada masa pandemi Corona, menjadi langkah industri mendukung pemulihan ekonomi nasional saat ini. Mengingat adanya program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) bagi sektor padat karya, lanjut Budidoyo, pelaku IHT mengharapkan ada perlindungan dan dukungan dari Pemerintah.
“Bagaimana mendorong IHT, mulai dari petani dan pekerja melalui program dan pemberian subsidi kepada sektor ini agar dapat bertahan,” urainya.
Data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat industri pengolahan tembakau pada kuartal II/2020 mengalami kontraksi sebesar 10,8% terutama disebabkan oleh penurunan produksi rokok, akibat pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) saat pandemi corona.
Baca Juga: Muncul Gerakan Donasi Internet Gratis Bagi Siswa Miskin di Masa Pandemi
Terpisah, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM SPSI), Sudarto mengatakan produksi yang turun akibat kondisi pasar yang lesu dan daya beli menurun, telah berdampak langsung pada penurunan penghasilan pekerja. Kondisi ini dirasakan terutama pekerja di sektor sigaret kretek tangan (SKT).