Saat itu, Australia memberikan bantuan sapi Brahman Cross (BC). Bantuan ini berdampak baik bagi peternak di dalam koperasi dan ini menjadi kebanggaan tersendiri KPT MS yang masih terhitung baru.
“Untuk merawat sapi juga makin baik, sehingga sapi beranak pun jadi semakin cepat dan teratur. Kalau semua petani kita punya ternak sapi, maka Indonesia tidak perlu impor sapi lagi,” katanya, seraya menyebutkan, sapi Brahman Cross yang diletakkan di KPT itu dibagi ke 15 kandang di Kecamatan Tanjung Sari. Satu kandang terdapat 15 sampai 17 ekor sapi.
Adapun populasi sapi potong yang tergabung di KPT Maju Sejahtera ini sekitar 2.885 ekor, dengan jumlah peternak sebanyak 730 kepala rumah tangga dan skala kepemilikan 2-3 ekor, yang semuanya berfokus pada usaha pembiakan sapi. Jenis ternak sapi yang dikembangkan hampir 90 persen sapi Peranakan Ongole (PO) dan 10 persen jenis sapi lain, seperti Limousin, Simental, dan Bali
Koperasi yang berdiri pada 2016, atas rekomendasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap tata niaga daging sapi itu merupakan gabungan kerja dari 38 kelompok peternak di Provinsi Lampung dan 4 kelompok peternak di Kecamatan Tanjung Bintang, Lampung Selatan. Koperasi ini juga tercatat sebagai koperasi pertama di Indonesia yang mengadakan lelang terbuka anak sapi (pedet).
Baca Juga: LPDB-KUMKM Tahun Ini Target Salurkan Rp 1,85 Triliun Dana Bergulir
Biasanya koperasi menjual anak sapi hasil panennya langsung ke pasar hewan atau blantik.
Sebelum ke KPT MS, LPDB juga berkunjung ke Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Zbeef, yang berlokasi di Gedong Air, Kecamatan Tanjung Karang Barat, Kota Bandar Lampung, Lampung. Pemilik RPH Zbeef, Tampan Sujarwadi, juga mengaku butuh suntikan dana segar dari LPDB. Tidak tanggung-tanggung, dana yang dibutuhkan mencapai Rp 12 miliar.
Ketika ditanya untuk apa dana sebanyak itu, Tampan menyebut untuk perluasan pasar. Tidak saja di Bandar Lampung, tetapi juga di wilayah Jabodetabek dan Jawa Barat.
Selain itu, untuk memaksimalkan produk turunan dari sapi seperti kerupuk kulit, kikil, sate maranggi, paru dan lain sebagainya.
Ia mengaku, selama RPH ini berdiri pada 2008 dan mulai usaha turunan produk sapi pada 2002, belum pernah mendapatkan dana bergulir dari LPDB. Meski begitu, ia tidak asing dengan LPDB, mengingat koperasi yang menjadi mitranya kerap bersentuhan dengan LPDB dan banyak juga yang mendapatkan dana LPDB.
Baca Juga: LPDB - KUMKM Salurkan Dana Bergulir Rp 332 M di Kaltim
"Ini masih dalam masa penjajakan. Saya berharap, LPDB men-support dan menyetujui permohonan saya ini. Saya siap memaparkan proposal saya. Hitungannya real dan konkrit," kata Tampan, yang mengaku omzet dari RPH miliknya bisa mencapai Rp 7,5 miliar dalam sebulan.