Suara.com - Dunia pendidikan di Indonesia segera kembali memasuki masa pendaftaran sekolah baru atau biasa dikenal dengan proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) untuk tahun ajaran 2020-2021. Terkait hal itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim pada 10 Desember 2019 lalu diketahui telah menandatangani Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI (Permendikbud) Nomor 44 Tahun 2019 tentang PPDB TK, SD, SMP, SMA.
Salah satu poin utama dalam Permendikbud tersebut adalah tetap dipertahankannya sistem zonasi PPDB. Tepatnya, jalur PPDB dengan komposisi zonasi mencapai 50% dari daya tampung sekolah, selain juga jalur afirmasi (15% dari daya tampung sekolah), pindah tugas orangtua/wali murid (5% dari daya tampung) dan prestasi (maksimal 30% dari daya tampung). Adapun penentuan zonasi sendiri menjadi kewenangan masing-masing Pemda.
Menurut Bramantyo Suwondo, anggota Komisi X DPR RI yang membidangi pendidikan, jika dibandingkan dengan sistem zonasi tahun sebelumnya, aturan zonasi yang baru ini diharapkan dapat menjawab kegelisahan para orangtua atau wali murid yang memiliki anak berprestasi tapi tidak bisa masuk sekolah pilihan karena tinggal di luar zonasi. Dengan porsi jalur prestasi 30%, diharapkan anak yang berprestasi bisa memilih sekolah yang diinginkan, sehingga kompetensi, kepintaran akademiknya bisa berkembang sesuai passion sang anak.
"Kendala sistem zonasi untuk SMA, seperti yang disampaikan oleh para guru saat kunjungan ke sekolah di masa reses, ada satu kecamatan yang tidak memiliki SMA sama sekali (baik negeri maupun swasta). Ada yang satu kecamatan hanya ada satu SMA (swasta). Ini jika pakai sistem zonasi (semata-mata), akhirnya siswa dari wilayah tersebut sulit masuk di SMA kecamatan sekitarnya, karena jauhnya jarak antara rumah dan sekolah terdekat," ungkap Bramantyo melalui rilisnya, Kamis (23/1/2020).
Baca Juga: Belum Permanenkan Data Akun LTMPT, Ribuan Siswa Terancam Tak Ikut SNMPTN
Lebih jauh, Bramantyo menyatakan dukungan terhadap pemerataan kesempatan anak-anak Indonesia supaya dapat mengakses pendidikan. Apalagi dengan kondisi pendidikan nasional yang jika merujuk hasil survei PISA (Programme for International Student Asesment) 2018, di mana Indonesia masih tergolong rendah, bahkan mengalami penurunan dibanding tahun 2015.
"Untuk itu, diperlukan akselerasi dan kesempatan mendapatkan pendidikan yang sama ke semua anak-anak Indonesia untuk mendapatkan pendidikan yang layak," ungkap anggota Fraksi Partai Demokrat yang terpilih dari Dapil Jawa Tengah VI ini.
"(Namun) Sistem zonasi hanyalah satu metode percepatan pemerataan akses pendidikan. Agar zonasi ini bisa mempercepat pemerataan pendidikan, yang tidak boleh dilupakan oleh pemerintah dan kementerian adalah pembangunan sarana prasarana sekolah yang saat ini belum sebanding dengan jumlah anak usia sekolah, terutama di wilayah-wilayah non perkotaan. Jangan sampai karena ketiadaan sekolah membuat orangtua memilih tidak menyekolahkan anaknya karena ketiadaan sekolah lanjutan di daerahnya," sambungnya.
Khusus untuk sistem zonasi SMA, Bramantyo pun meminta pemerintah daerah untuk menggunakan kriteria yang jelas dan memperhatikan faktor geografis wilayah tinggal siswa dan sekolah, khususnya di wilayah-wilayah luar perkotaan yang jumlah SMA-nya sangat minim.
Meski menyayangkan ketidakhadiran Menteri Nadiem Makarim dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR RI belum lama ini, Bramantyo mengajak Mendikbud untuk bisa berkolaborasi baik dengan Komisi X dalam membahas isu-isu pendidikan nasional.
Baca Juga: Siswa Korban Banjir Diminta Beli Buku Paket, Dewan Tegur Anak Buah Anies
"Bagaimanapun DPR RI adalah mitra kementerian yang sering bertemu dan mendengarkan keluhan, curhatan masyarakat di daerah pemilihannya masing-masing. Segala keluhan dan masukan dari masyarakat penting untuk didengarkan pemerintah dalam rangka perbaikan-perbaikan ke depan," tutur Bramantyo.