Suara.com - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyelenggarakan pameran seni rupa “id – Sengkarut Identitas”, yang berlangsung di Jakarta, 19 Mei - 16 Juni 2019. Pameran ini menarik karena menyajikan kolaborasi dua perupa, yakni Indah Arsyad dan Bibiana Lee, yang tampil dalam dalam narasi estetik, saling mengisi dan melengkapi.
"Seni rupa kontemporer merupakan representasi kritis dari beragam persoalan, termasuk politik identitas, yang dapat mendorong kreativitas artistik para seniman. Mereka yakin, karya-karyanya dapat memicu kesadaran kritis bagi pemirsanya," ujar kurator, Asmudjo Jono Irianto.
Indah cukup piawai memanfaatkan citraan fotografi dalam karyanya yang terdahulu, sementara Bibiana memanfaatkan barang pecah belah dalam karya-karyanya kali ini.
Melalui karyanya, Indah menyoroti permasalahan identitas dari sudut yang lebih personal, yaitu masalah kehilangan jati diri identitas warga kosmopolitan. Hal tersebut tidak semata-mata diangkat Indah tanpa landasan yang kuat.
Baca Juga: Tingkatkan Jumlah Ilmuwan, Kemendikbud Lakukan Strategi Ini
“Saya terlahir dari perkawinan orangtua yang berbeda etnis, dan dari kecil sudah pindah ke kota besar, Jakarta. Kehidupan sebagai warga kosmopolitan dengan segala budaya telah menghilangkan identitas saya dari orangtua saya,” ujarnya.
“Awalnya saya tidak terlalu peduli dan biasa saja, sampai di usia saya sekarang, baru saya merasa kehilangan rantai akar budaya dari orang tua saya sendiri. Puncaknya pada saat anak saya yang bersekolah di sekolah internasional datang pada saya dan berkata ingin mengikuti les Bahasa Indonesia,” lanjutnya..
Hal ini yang membuat Indah sadar akan pentingnya identitas, sehingga memutuskan menuangkannya dalam 6 karya seni, yaitu, perbedaan sosial budaya, perbedaan ekonomi, perbedaan agama, interaktive, dan perbedaan 2 generasi.
Semua karya Indah diberi judul Butterfly, yang mengingatkan pada metamorfosa kupu-kupu, yang berujung pada bentuknya yang ideal tapi bergantung pada sudut pandang setiap orang.
Indah merepresentasikan karyanya dengan fotografi yang di-print di atas aklirik transparan, digrafir dengan simbol-simbol budaya mitos Jawa kuno yang memiliki arti tentang kehidupan manusia di jagad raya. Simbol-simbol tersebut, salah satunya adalah rumah Jawa, yang berarti aman dan damai di dalamnya.
Baca Juga: Kemendikbud: Program Pegiat Budaya Tetap Dilaksanakan
Ada juga simbol dari kepala raksasa, bahwa di dunia ini penuh dengan cobaan hidup. Simbol harimau, yang berarti napsu dan amarah, dan simbol ular tentang kelicikan dari manusia.
Pada aklirik tersebut, selain tumpang tindih dalam gambaran dari simbol-simbol, Indah juga menambahan lampu LED dengan nuansa warna-warni, sehingga aklirik tersebut berubah menjadi layar yang menghasilkan proyeksi figur dan bayangan dari torehan-torehan gambar dan simbol-simbol gunungan wayang yang menjadi dasar pesan dari karya-karya Indah.
Selain mengharapkan publik dapat mengenal karya-karyanya, Indah juga berharap, karyanya dapat diapresiasi oleh berbagai kalangan, dapat membangkitkan nurani dan kepekaan sosial, serta menumbuhkan sikap toleran dan menghargai hak hak pihak lain.