Suara.com - Cegah Resistensi Antimikroba di Peternakan dengan Biosecurity
Resistensi Antimikroba masih jadi masalah utama kesehatan di Indonesia, terutama di sektor kesehatan hewan dan peternakan.
Kementan dan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) terus berusaha menerapkan aturan biosecurity untuk mengatasi penyakit dan memerangi resistensi antimikroba di seluruh peternakan ayam petelur di Indonesia.
Hal tersebut mendapat dukungan dari Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Petelur Nasional dalam Musyawarah Nasional PPN di Solo beberapa waktu lalu.
Baca Juga: FAO Bantu 70 Ribu Nelayan dan Petani Sulawesi Tengah
Intervensi biosecurity diklaim terbukti lebih efektif dan murah dalam mencegah ancaman bibit penyakit, khususnya virus flu burung di lokasi peternakan ayam.
Hasil kajian FAO ECTAD juga menyimpulkan bahwa implementasi biosecurity 3-zona secara rutin dan konsisten di peternakan ayam petelur dapat menurunkan penggunaan antibiotik hingga 40 persen dan penurunan penggunaan desinfektan hingga 30 persen.
"Biosecurity 3-zona yang rutin dan konsisten menjadi standar dasar di peternakan ayam petelur untuk menghasilkan produksi telur yang stabil dan aman dikonsumsi masyarakat," kata James McGrane dari FAO ECTAD dari rilis yang diterima Suara.com
Biosecurity 3-zona merupakan model peternakan yang dibagi menjadi tiga bagian terpisah.
Lewat modelan ini, risiko biosecurity terbagi menjadi area luar yang berisiko tinggi (zona merah), area layanan dengan risiko menengah (zona kuning), hingga zona hijau yang bersih dengan akses terbatas.
Baca Juga: FAO Waspadai Wabah Flu Babi Afrika yang Menyerang Cina
Akses dari zona merah ke zona kuning memerlukan tindakan mandi dan penggantian pakaian serta alas kaki yang lengkap, sementara akses lebih jauh ke dalam zona hijau memerlukan penggantian alas kaki kedua untuk mempertahankan standar biosecurity.