Ditjen PKH Bahas Isu Bahaya Zoonosis di 11 Fakultas Kedokteran Hewan

Selasa, 09 April 2019 | 18:26 WIB
Ditjen PKH Bahas Isu Bahaya Zoonosis di 11 Fakultas Kedokteran Hewan
resistensi antimikroba atau zoonosis [shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ditjen PKH Bahas Isu Bahaya Zoonosis di 11 Fakultas Kedokteran Hewan.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dari Kementerian Pertanian (Ditjen PKH) bersama Unit Khusus Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-bangsa di bidang Kesehatan Hewan (FAO ECTAD Indonesia) terus menyebarkan informasi mengenai ancaman penyakit dan resistensi antibiotik.

Salah satunya dengan mengadakan kuliah umum di sebelas fakultas kedokteran hewan di seluruh Indonesia.

Kegiatan tersebut dibuat untuk membahas berbagai isu penting kesehatan global seperti resistensi antimikroba atau AMR, penggunaan antimikroba, penyakit infeksi baru/berulang (PIB) serta penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia dan sebaliknya atau biasa disebut zoonosis.

Baca Juga: Ini Cara Ocean Park Hong Kong Ajak Tamunya Sayangi Hewan

"Saat ini masyarakat masih belum memahami bahaya dari AMR, penggunaan antimikroba, penyakit infeksi baru dan zoonosis. Oleh karena itu, perguruan tinggi memiliki peran penting dalam upaya peningkatan kesadaran masyarakat," kata Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Kementerian Pertanian RI, Syamsul Ma’arif.

Hal serupa diungkapkan Direktur Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian RI, Fadjar Sumping Tjatur Rasa.

Ia mengatakan terjadinya resistensi antimikroba tidak terlepas dari penyimpangan penggunaan antimikroba di sektor peternakan seperti penggunaan antibiotic growth promotor (AGP), penggunaan antibiotik untuk pencegahan tanpa pengawasan dokter hewan serta kelemahan diagnosa penyakit sehinga pengobatan tidak tepat. 

"Oleh karena itu perguruan tinggi juga harus membekali para mahasiswa tentang bagaimana penggunaan antimikroba secara bijak dan bertanggung jawab," kata Fadjar saat berbicara di Universitas Nusa Tenggara Barat.

Apalagi, relevansi kuliah umum di NTB terkait erat dengan kondisi di provinsi tersebut. Dua pulau utama di NTB yaitu Pulau Lombok baru saja dilanda bencana alam gempa pada 2018 lalu, dan Pulau Sumbawa yang terserang wabah rabies pada awal 2019.

Baca Juga: Komisi IV : Profesi Dokter Hewan Sebaiknya Diatur Undang-undang

"Tentunya dengan memahami lebih dalam, kita semua – civitas akademisi, pengambil kebijakan maupun masyarakat luas lintas sektor, dapat tergerak untuk langkah nyata agar resistensi antimikroba dan wabah penyakit tidak menjadi bencana baru bagi daerah kita," kata Rektor Universitas Nusa Tenggara Barat (UNTB), Mashur dalam acara yang sama.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI