Menurut Manneke, UI selalu berusaha mencapai target publikasi ilmiah, terutama untuk jurnal-jurnal internasional.
“Tiap tahun paling tidak sampai 2500, 2800. Makin lama 3 ribu jurnal. Tapi tidak terlalu dipikirkan cara mencapai itu bagaimana,” kata Manneke.
Dana hibah Dikti yang didapat UI sebagai perguruan tinggi nomor satu versi internasional tidak sebanding dengan prestasinya.
Menyikapi kondisi tersebut, Wakil Rektor III Bidang Riset dan Inovasi UI, Rosari Saleh, menyatakan, pihaknya akan tetap berkarya.
“Saat ini, kita tetap concern dengan ranking dunia. Bagaimana membawa Indonesia di ranking internasional,” ujar Rosari.
Sebelumnya dalam sebuah pertemuan di Istana Presiden Oktober 2018, Presiden Joko Widodo sempat menyorot tentang sedikitnya perguruan tinggi Indonesia yang masuk ranking bagus di kelas dunia. Jokowi mengungkapkan kekecewaan dengan adanya laporan baru tiga universitas di Indonesia yang masuk 500 besar universitas terbaik dunia.
UI di ranking 292, ITB nomor 359 dan UGM 391. Di bawah itu ada Unpad di posisi 651-700 dan IPB pada ranking 701-750.
Berbagai terobosan baru untuk menggenjot publikasi internasional terus dilakukan UI, diantaranya dengan memotivasi dosen untuk memberikan pendampingan kepada mahasiswa S1 dan S2. Mereka dipacu agar bisa mempublikasikan karya skripsi dan teesis mereka di jurnal-jurnal internasional.
Dengan jumlah mahasiswa lebih dari 40 ribu orang, UI merasa punya kekuatan untuk terus memperbaiki ranking mereka.
“Kita concern dengan ranking dunia. Untuk go global, kami memilih yang universal saja, walaupun di dalam negeri kita tetap mengikuti ranking nasional, harus terima dengan nomor sekian,” kata Rosari sambil tersenyum.