Pada 1950-an sampai akhir 1970-an, pertunjukan seni tradisional mengalami masa keemasan. Namun karena adanya berbagai faktor yang mempengaruhi kondisi pertunjukan tradisonal, maka sekitar 1980-an, pertunjukan seni tradisional mengalami masa surut.
"Saya harap, para pemain wayang orang tetap akan menjalankan tugasnya," pintanya.
Wayang orang disebut juga dengan istilah 'wong" (bahasa Jawa), yang artinya 'wayang yang dimainkan dengan menggunakan orang sebagai tokoh'. Sesuai dengan sebutannya, wayang menampilkan manusia sebagai pengganti boneka-boneka wayang. Mereka memakai pakaian dan hiasan-hiasan, atau lukisan di wajah.
Pertunjukan wayang orang ini diselingi dengan lagu-lagu Bahasa Jawa, yang diiringi dengan gamelan.
Adapun pesan moral yang bisa diambil dari dalam cerita, setia perbuatan akan mendapatkan ganjaran yang setimpal, dan perjuangan yang didasari atas kesabaran, ketekunan dan kerja keras, akan membuahkan hasil gemilang.
Drama ini disutradari oleh Mudjo Setiyo, penulis naskah dan koreografer, Nanag Ruswandi, dan dalang, Undung Wiyono. Para parawit berasal dari Sanggar Bharata dan para pengemudi Blue Bird, di bawah naungan Paguyuban Seni Budaya Indoneaia (SBI).
Selain Endang Purnomo (berperan sebagai R.Kumbalwati), ada juga Exacty Sukamdani (Dewi Khunti), Noni Sri Aryati Purnomo (R.Arjuna), dan Hendardji Soepandji (Begawan Abiyasa).
Pertunjukan ini diperkaya dengan sentuhan kekinian, yang dapat dilihat dari kostum, tata panggung, dan aransemen musik modern. Unsur kekinian ini diharapkan dapat memperkenalkan kembali kisah pewayangan pada generasi yang lebih muda.