PPI Taiwan dan Asia-Oseania Gelar Simposium Taipei 2017

Ardi Mandiri Suara.Com
Selasa, 11 April 2017 | 20:35 WIB
PPI Taiwan dan Asia-Oseania Gelar Simposium Taipei 2017
PPI Taiwan dan Asia-Oseania Gelar Simposium Taipei 2017
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pada 23 Maret 2017 lalu berlangsung Simposium Taipei 2017. Simposium dibuka oleh Kepala Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia di Taipei Robert James Bintaryo, didampingi Prof Lin Tso Yu Dean Office of General Affairs National Chengchi University (NCCU), dan Pitut Pramuji, Ketua PPI Taiwan.

Acara simposium yang diselenggarakan oleh PPI Taiwan dan PPI Asia-Oseania ini dihadiri oleh delegasi PPI dari beberapa negara, yaitu Cina, Thailand, Filipina, Malaysia, Australia, India, dan Korea, serta perwakilan PPI kampus di Taiwan.

Mengusung tema “Transformasi Hubungan Bilateral Indonesia-Taiwan di Bawah New South Bound Policy: Retrospeksi dan Prospek Kerjasama di Masa Mendatang,” simposium menghadirkan keynote speaker Prof. Bruce Chih- Yu Chien Negotiator Trade of Negotiations Executive Yuan,  dan Prof. Makarim Wibisono, Duta Besar RI di PBB 2004-2007 yang saat ini menjabat Koordinator Europalia.

Prof Bruce membawakan keynote speech “The New South Bound Policy” dan Prof Makarim membawakan keynote speech “One China Policy Conundrum: What Working Practices Can and Can Not Be Done Among Indonesia and Taiwan Relation.”

Simposium dibagi dalam tiga panel. Pertama membahas tentang hal yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh fungsionaris Indonesia dan Taiwan dalam lingkungan kerja. Hadir sebagai narasumber panel 1 Anggota Komisi 8 DPR RI Arief Suditomo, Prof. Ching-Lung Tsay, Professor Bidang Asia Study Tamkang University, dan Abdul Rosyid, Pemenang Call for Paper.

Panel kedua membahas tentang peluang dan tantangan di bidang investasi, menghadirkan Yanuar Fajari, Asisten Senior Bidang Investasi KDEI, Muhamad Lutfi Aljufri, Pemenang Call for Paper, serta Founder dan CEO Out of The Box Consultancy, Dr. Mignone Man-Jung Chan.

Panel ketiga membahas tentang perwakilan bidang pendidikan untuk memaksimalkan manfaat bagi kedua negara. Dalam panel ini hadir sebagai narasumber Julian Aldrin Pasha, Kepala Depatemen Ilmu Politik Universitas Indonesia yang merupakan mantan Juru Bicara Kepresidenan, Wilson Gustiawan, Pemenang Call for Paper, Haryanto Gunawan, Konsultan Senior Elite Study of Taiwan, dan Paramitha Ningrum, Dosen Hubungan Internasional Binus University.

Setelah simposium, para delegasi dan peserta mengikti Gala Dinner yang digelar oleh KDEI Taipei.


Pada hari kedua simposium Taipei ini berlangsung Simposium Asia-oceania. Simposium hari kedua dibuka oleh Ketua PPI Taiwan, Pitut Pramudji; Ketua PPI Asia-Oceania, Bagus Ari Hayanto dari PPI Tiongkok dan wakil Ketua KDEI Taipei, Siswandi T.Sibero.

Simposim hari ini menghadirkan Keynote Speech dari Yu-Chen Chiu dari Kementrian Pendidikan Republik China. Yu-Chen Chiu menyampaikan perihal pentingnya kerjasama antara Indonesia dan Taiwan di bidang pendidikan, sehingga diharapkan ada semakin banyak lagi pelajar Indonesia yang akan menimba ilmu di Taiwan.

Pada panel 1, dengan tema Pemetaan Permasalah Sektor Pendidikan di Indonesia, hadir pembicara , Ferdiansyah, SE, M.M, Wakil Ketua Komisi X DPR-RI, Arief Suditomo, S.H, M.A, Anggota Komisi VIII DPR RI, dan Dr.Ir. Erry Ricardo Nurzal, M.T, M.PA, Kepala Biro Perencanaan Kemenristekdikti.

Narasumber pertama, Ferdiansyah menekankan bahwa ada tiga permasalahan utama dalam pendidikan di Indonesia, yaitu pemerataan akses, mutu dan relevansi, serta akuntabilitas dan tata kelola pendidikan.

Sementara itu, Arief Suditomo lebih memfokuskan pada cara pandang dalam menghadapi permasalahan pendidikan di Indonesia. Arief juga menyampaikan bahwa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menjadi bagian penting dari pendidikan di Indonesia dan bisa menjadi solusi untuk permasalahan pendidikan di Indonesia.

Pada panel 2 dengan tema tantangan global dan regional dalam menyiapkan tenaga kerja yang berdaya saing, hadir beberapa pembicara, yaitu  Maria Indira Aryani (pemenang call for paper), Imdadun Rahmat, Ketua Komisi Nasional HAM Republik Indonesia, Akhyari Hananto-pendiri Good News From Indonesia (GNFI), dan Paramitaningrum, alumnus pelajar Indonesia di Taiwan yang mengajar di Universitas Bina Nusantara.

Maria menyampaikan pentingnya pengalaman internasional bagi para pelajar untuk meningkatkan daya saing bangsa Indonesia.

Akhyari Hananto menyebutkan bahwa untuk meningkatkan daya saing Indonesia, pemuda perlu memiliki sikap kritis, percaya diri, dan optimis. Dilatarbelakangi fakta banyaknya berita-berita negatif di media Indonesia, Akhyari menyadari bahwa hal ini berdampak pada pesimisme bangsa Indonesia.

“Maka GNFI hadir untuk menyebarkan informasi-informasi yang membanggakan dari Indonesia,” papar Akhyari.    

Pada panel ketiga, topik Kontribusi diaspora Indonesia menjadi bahan diskusi panel yang menghadirkan narasumber Gilang Mukti Rukmana (pemenang Call for Paper), Nangkula Utaberta Ph.D, Presiden WARIS, dan Haris Kusworo, M.Si. yang merupakan peneliti dari Parameter Nusantara.

Prof. Nangkula, pengasuh Warisan Alam Budaya dan Reka Bentuk Islam (WARIS) research goup menekankan budaya riset bersama. “Agar anggota lebih mudah menyelesaikan riset karena banyak ide kreatif” papar arsitek yang menyelesaikan gelar Master nya dalam waktu 6 bulan ini.

Simposium ini didukung oleh Bank Mayapada, Taiwan Economic and Trade Office (TETO), Institute of International Relation (IIR) NCCU, dan Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taipei.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI