Kisah Pilu PRT Ani Juara Penghargaan Liputan Isu PRT AJI-ILO

Rabu, 23 November 2016 | 18:50 WIB
Kisah Pilu PRT Ani Juara Penghargaan Liputan Isu PRT AJI-ILO
Pemenang kategori liputan mendalam dimenangkan oleh Ani Habis Gelap Terbitlah Terang karya Kenia Gusnaeni (RTV), dan Menolak Pengabaiankarya Wina Triyanita Sari Simanjutak (DAAI TV). (Dok AJI Jakarta)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Media massa berperan penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya perlindungan pekerja rumah tangga (PRT) dan penghapusan pekerja rumah tangga anak.

Deputy Director International Labour Organisation (ILO) Jakarta Office, Michiko Miyamoto, mengatakan media diharapkan bisa menjadi representasi suara PRT agar dapat semakin memperkuat komitmen dalam menetapkan hak-hak dan prinsip-prinsip dasar kerja layak bagi PRT yang mengacu pada Konvensi ILO 189 tentang Kerja Layak bagi Pekerja Rumah Tangga.   

“Pekerja rumah tangga minim kebijakan. Mereka diremehkan dan banyak pekerja rumah tangga mengalami pelanggaran serius atas hak-haknya, termasuk mengalami perbudakan, “ kata Michiko Miyamoto saat memberikan sambutan dalam acaraPenghargaan Liputan Media Terbaik bertema “Kerja Layak bagi Pekerja Rumah Tangga (PRT) dan Penghapusan Pekerja Rumah Tangga Anak” di Hotel Sofyan Betawi, Jakarta, Rabu (23/11/ 2016).

Data ILO menungkapkan terdapat sekitar 21 juta orang, termasuk anak-anak, di seluruh dunia terperangkap dalam perbudakan. Ada banyak karakteristik seseorang berada pada situasi perbudakan, yakni dipaksa bekerja, di bawah ancaman, mental dan fisik; dimiliki dan dikontrol oleh majikan, biasanya melalui kekerasan mental dan fisik atau ancaman kekerasan; merendahkan martabat, diperlakukan sebagai komoditas atau dibeli atau dijual laiknya’barang’; dan secara fisik terkurung dan terhambat kemerdekaannya untuk bergerak.

AJI Jakarta dan ILO menyelenggarakanPenghargaan Liputan Media Terbaik bertema “Kerja Layak bagi Pekerja Rumah Tangga (PRT) dan Penghapusan Pekerja Rumah Tangga Anak” sebagai upaya untuk mendorong jurnalis dan media memberikan kesempatan bicara kepada mereka yang tidak bersuara. Pekerja rumah tangga yang mayoritas perempuan, dari keluarga miskin, dan berpendidikan rendah selama bertahun-tahun rentan mengalami kekerasan dan diskriminasi di dalam rumah tempat mereka bekerja yang sulit dipantau oleh pihak luar.

Jumlah mereka tidak sedikit. Analisis data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) dan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2012 yang dilakukan oleh ILO Jakarta menunjukkan sekitar 2,6 juta orang yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga di Indonesia. Data ini juga menunjukkan sekitar 110 ribu anak berusia 15-17 tahun bekerja sebagai PRT. Mereka dibutuhkan, tapi minim perlindungan.

Melalui kerjasama dengan AJI, menurut Michiko Miyamoto, gaung penyebaran hak kerja layak PRT bisa memperoleh reportase lebih mendalam. Sebab, selama ini berita-berita terkait dengan PRT didominasi kasus-kasus kekerasan terhadap pekerja rumah tangga. Padahal, lebih dari yang kasuistik, komitmen untuk melindungi PRT dengan meratifikasi Konvensi ILO 189.

Dalam proses penghargaan  ini, panitia menerima 82 karya jurnalistik di seluruh Indonesia. Karya yang diterima panitia diterbitkan pada kurun 1 Juni 2015 sampai 30 September 2016. Setelah melalui proses seleksi dipilih 41 karya, lalu dipilih lagi 13 karya nominasi dan kemudian diputuskan 6 karya terbaik. Karya yang masuk ke panitia dinilai dari sisi kedalaman pesan, presentasi atau struktur dan bahasa, dan pemenuhan kode etik jurnalistik. Sementara khusus kategori foto dinilai dari momentum pengambilan, komposisi dan teknik atau tingkat kesulitan pengambilan.

Endy Bayuni, anggota juri Penghargaan Liputan Media tentang Pekerja Rumah Tangga, mengatakan pekerja rumah tangga (PRT) merupakan kelompok masyarakat yang nasibnya terlupakan atau malah terabaikan walaupun mereka berada di tengah masyarakat perkotaan. Menurut dia, sudah saatnya media mengangkat cerita mereka dengan mengungkapkan bukan saja penderitaan yang mereka alami, tapi juga sikap masyarakat Indonesia umumnya, termasuk para wakil rakyat, yang masa bodoh.

Lebih penting lagi, menurut Endy, untuk disampaikan adalah cerita tentang sepak terjang PRT memperbaiki nasibnya sendiri dengan membentuk asosiasi dan melengkapi diri dengan keterampilan dan pengetahuan, yang sedikit banyak memberikan harapan masa depan yang lebih baik. “Patut diakui perjuangan PRT masih panjang, namun media yang peduli harus ikut membantu usaha pengakhiran sistem perbudakan modern ini. Para pemenang lomba liputan dipilih berdasarkan kemampuan karyanya membangun kesadaran masyarakat agar lebih peka terhadap nasib PRT di Indonesia,” kata Endy.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI