Ridwan mengatakan, jika sejatinya
monopoli tidak dilarang namun prakteknya yang tidak diperbolehkan. Apalagi masyarakat sudah pintar memilih. Ada yang lebih memilih tarif murah, ada juga yang memilih pemilik cakupan terluas meski tarif lebih mahal sedikit.
"Tarif menjadi berbeda tentu tak bisa dilepaskan dari investasi untuk membangun infrastruktur yang lebih mahal di luar Jawa,” ujarnya.
Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), Kristiono menambahkan, pasar seluler Indonesia bersifat terbuka dan ditentukan melalui mekanisme pasar.
“Di bisnis seluler itu dikenal 3C, Coverage, Capacity, Content. Coverage atau jangkauan adalah yang utama. Saya lihat yang agresif dan konsisten itu memang Telkomsel untuk urusan coverage. wajar dia paling luas dan banyak pelanggan. Agresifitas dari operator membangun jaringan itu adalah kunci dia menguasai layanan,” katanya.
Menurutnya, jika sekarang ada operator berteriak ada ketidakseimbangan market share secara layanan, sebaiknya melihat kembali kepada kewajiban membangunnya, apakah sudah sesuai modern licensing yang diperoleh dan dijanjikan atau belum.
Anehnya, President Director & CEO Indosat Ooredoo Alexander Rusli malah terang-terangan untuk memerangi Telkomsel. Seruan untuk mendongkel Telkomsel, bukannya menurunkan tensi pasca dipanggil oleh Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), namun suasananya malah kian memanas. "Jangan takut untuk bicara, ini demi kepentingan bersama. Ayo kita fight habis-habisan untuk kepentingan pelanggan," ujarnya.