Dari sisi busana, Penata Busana Ali Marsudi mengungkapkan untuk wayang kautaman, ini terjadi banyak perubahan atau eksplorasi busana para pemain. Terutama pada penciptaan perpaduan warna dimana satu tokoh akan mengenakan perpaduan dua kain batik.
"Hal yang jarang dilakukan kelompok wayang orang lainnya adalah eksplorasi menggunakan dua kain untuk satu tokoh. Ini beda dengan wayang orang tradisi yang hanya menggunakan satu kain. Dengan modifikasi dua kain, diharapkan akan muncul karakter baru, warna baru, rasa baru yang akan mengikuti perkembangan jaman ini," katanya.
Kekayaan Budaya Wayang
Ketua Umum Organisasi Persatuan Pedalangan Indonesia (PEPADI) Pusat, Kondang Sutrisno sangat mengapresiasi inisiatif Wayang Kautaman dalam melestarikan seni tradisi khususnya wayang orang. Didukung sederetan generasi muda pada sutradara, produser, pemain-pemain, ia berharap pertunjukan ini semakin memperkaya budaya wayang di Indonesia.
"Produsernya masih muda, sutradaranya masih muda, seniman-senimannya punya karakter yang kuat. Ini sesuai motto Pepadi untuk melestarikan dan mengenalkan wayang kepada generasi muda," katanya.
Sementara itu di tempat yang sama, Ketua Umum Senawangi, Suparmin menyambut positif upaya Wayang Kautaman dalam memperkaya, menampilkan format baru sebuah pertunjukan wayang orang, tanpa meninggalkan tradisi wayang klasik dan orisinalitas atau tuntutan ceritanya.
"Semoga karya Wayang Kautaman ini dapat memperkaya inventarisasi pewayangan di Indonesia, mudah-mudahan saja penampilannya nanti lebih sukses lagi dari yang sebelumnya," demikian Suparmin.
Sinopsis
Durna merasa dikejar usia. Yang dihadapinya sekarang adalah masa tua yang sungguh berbeda dengan yang dibayangkannya saat meninggalkan Negeri Atas Angin. Mimpinya menjadi seorang kesatria tak terkalahkan telah kandas. Kini dia adalah seorang guru di Sokalima, pembimbing sekumpulan kesatria Hastina, Pandawa dan Kurawa. Betapa sebagai seorang ayah dia sangat berharap pada Aswatama, yang justru menganggap ayahnya lebih menyayangi Arjuna dibanding anaknya sendiri. Sementara Arjuna, siapa yang bisa menampik seorang murid yang selalu mampu membuat gurunya bangga.
Cinta pula sesungguhnya yang membuat Durna menampik niat Ekalaya, kesatria dari wangsa pemburu yang ingin berguru kepadanya, lelaki yang di kemudian hari menjelma menjadi seorang pemanah hebat setara Arjuna. Kematian Ekalaya tidak lebih tidak kurang karena campur tangannya juga.
Ditambah kecurigaan Duryudana yang membuatnya makin tersudut, sejak itu Durna memutuskan untuk mengekang tangan kirinya, membatasi diri dari segala keinginan yang selama ini justru menyulitkan hidupnya sendiri.