Selang 5 bulan kemudian, tepatnya pada 16 November 2015, selisih uang Rp50 ribu ini nyatanya menjadi masalah. Iqbal dipaksa mengundurkan diri dengan tuduhan menggelapkan uang perusahaan. Njoman dan Yossa sama sekali tidak mau mendengar kejadian yang sebenarnya. Mereka berkeras ada penggelapan uang sebesar Rp50 ribu yang dilakukan Iqbal. Menurut Njoman, seharusnya yang dilaporkan Rp50 ribu, bukan Rp100 ribu.
Pada hari itu, Iqbal diperiksa selama 7,5 jam, mulai pukul 14.00 WIB hingga 21.30 WIB. Pemeriksaan dilakukan dengan cara yang amat kasar. Njoman seringkali berbicara kepada Iqbal dengan nada suara yang amat keras, meninggi dan cenderung membentak. Njoman bahkan beberapa kali mengancam Iqbal bahwa ia akan mempidanakan kasus ini, jika Iqbal tidak segera menandatangani surat pengunduran dirinya.
Dalam kondisi tertekan inilah, dengan amat terpaksa, Iqbal menandatangani surat pengunduran dirinya. Ia sudah sangat lelah, baik secara fisik dan juga mental, sebab, selama pemeriksaan 7,5 jam, Iqbal tidak diperbolehkan keluar ruangan pemeriksaan sama sekali. Ia tidak diperbolehkan beristirahat, makan atau minum. Bahkan, saat Iqbal dengan santun meminta izin untuk melakukan ibadah sholat ashar dan sholat magrib, Yossa, sang penyidik, juga tidak memberikan izin.
Drama pemaksaan pengunduran diri di Kompas TV, pada minggu ini, rupanya belum berakhir pada kasus Iqbal. Selang dua hari kemudian, tepatnya pada Rabu, 18 November 2015, Fadhila Ramadhona, reporter Kompas TV, juga dipaksa mengundurkan diri. Lagi-lagi Njoman dan Yossa yang menjadi aktor utama kasus pemaksaan ini.
Njoman dan Yossa menuduh Fadhila membuat laporan keuangan palsu, berkaitan dengan peliputan yang dilakukan Fadhila di wilayah Sumatera Barat, pada Juni 2015.
Ada beberapa komponen laporan keuangan, yang menurut Njoman dan Yossa, telah dipalsukan oleh Fadhila. Yang pertama adalah soal honor untuk fixer, orang yang memiliki kemampuan dan jaringan, untuk membantu kelancaran proses peliputan. Saat peliputan di Sumatera Barat, Fadhila menggunakan sopir mobil yang ia sewa sebagai fixer. Alasannya, sang sopir mengetahui betul dan memiliki jaringan untuk membantu kelancaran proses peliputan.
Dalam laporan keuangan, Fadhila mencantumkan ada honor fixer sebesar Rp500 ribu. Uang sebesar ini memang benar-benar ia berikan kepada sopir, sekaligus fixernya. Namun Yossa sang penyidik, menganggap Fadhila berbohong. Menurut Yossa, sesuai peraturan perusahaan, wartawan Kompas Tv dilarang memberikan uang kepada sopir. Bahkan untuk tips sekalipun.
“Menurut Yossa, kalau memang ingin memberi tips kepada sopir, seharusnya memakai uang pribadi saja. Tindakan Fadhilla dianggap Yossa sama dengan Robin Hood yang kerap mencuri dari yang kaya dan memberikan kepada si miskin.
Tuduhan untuk Fadhila, bukan cuma satu ini. Saat peliputan pada Juni itu, dengan alasan lokasi yang strategis untuk memudahkan proses peliputan, Fadhila menyewa rumah keluarganya. Selama 8 hari, Fadhila, ditambah seorang presenter Kompas Tv dan 2 cameraman Kompas Tv, menginap di rumah keluarga Fadhila. Saat kegiatan peliputan selesai, Fadhila memberikan uang sebesar Rp5 juta kepada keluarganya, guna penggantian biaya sewa penginapan.
Yossa menyatakan tindakan Fadhila ini salah. Menurut Yossa, sesuai peraturan perusahaan, jika ada karyawan yang menginap di rumah keluarga selama proses peliputan, karyawan hanya diperbolehkan membayar uang kepada keluarganya, sebesar 50% dari dana yang tersedia.