Masyarakat Negara Maju di Asia Pasifik Lebih Stres

Adhitya Himawan Suara.Com
Selasa, 24 November 2015 | 09:13 WIB
Masyarakat Negara Maju di Asia Pasifik Lebih Stres
Kesejahteraan Warga
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Bertepatan dengan Hari Kota Sedunia (World Cities Day) yang jatuh pada tanggal 31 Oktober 2015 lalu, Indeks Kesejahteraan Kota-kota di Asia Pasifik (Asia Pacific Cities Well-Being Index) yang pertama kali dikeluarkan oleh MasterCard mengungkapkan bahwa masyarakat yang tinggal di kota-kota negara berkembang (65,8) lebih memiliki sikap positif terhadap kesejahteraan dibandingkan mereka yang berada di kota-kota negara maju (56,8). Patut diperhatikan bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan pada tingkat tekanan (stress) yang dimiliki antara mereka yang tinggal di negara maju dan negara berkembang.

Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai Prospek Urbanisasi Dunia (World Urbanization Prospects), 2/3 dari populasi dunia akan tinggal di perkotaan pada tahun 2050. Saat ini, banyak kota di Asia Pasifik yang bergulat dengan tantangan akibat dari pertumbuhan tersebut. Dengan mengungkapkan persepsi mengenai kesejahteraan di kota-kota Asia Pasifik, Indeks tersebut di atas dapat membantu pemerintah maupun pelaku bisnis dalam mengidentifikasi serta menjawab beberapa permasalahan utama penduduk yang tinggal di perkotaan.

Hampir 9.000 orang di 33 kota di 17 negara di Asia Pasifik telah disurvei untuk Indeks tersebut yang mengukur tingkat kesejahteraan secara keseluruhan dengan menilai sikap masyarakat terhadap empat komponen: Pekerjaan dan Keuangan (Work and Finances), Keamanan dari Ancaman (Safety from Threats), Kepuasan (Satisfaction), dan Kesejahteraan Pribadi (Personal Well-Being). Indeks dihitung dimana nol sebagai yang paling negatif, 100 sebagai yang paling positif dan 50 sebagai netral.

Bangalore (73,2) merupakan kota dengan sikap yang paling positif, diikuti oleh Jakarta (72,1) dan Delhi (71,7). Sedangkan kota dengan sikap yang paling tidak positif adalah Dhaka (48,7) diikuti oleh Tokyo (52,1), dan Busan (52,5).

Perbedaan yang paling signifikan pada tingkat sikap positif terlihat pada saat mendiskusikan hal mengenai “Kesejahteraan Pribadi” (65,4 di kota-kota negara berkembang vs. 51,6 di negara maju), yang meliputi keluarga, tekanan pekerjaan dan keuangan, serta kesehatan. Secara keseluruhan, masyarakat di kota-kota negara maju merasakan lebih banyak tekanan, dan kurang optimis saat berbicara mengenai kesehatan secara umum dibandingkan dengan mereka yang berada di kota-kota negara berkembang.

Selain itu, masyarakat di negara maju juga merasa lebih tertekan terhadap “Pekerjaan dan Keuangan” mereka (59,4 di kota-kota negara maju vs. 71,0 di negara berkembang). Mereka juga kurang optimis terhadap prospek pendapatan rutin mereka di masa depan (59,1 vs. 88,0) serta pekerjaan (40,7 vs. 84,6) dibandingkan dengan mereka yang berada di kota-kota negara berkembang. Meskipun demikian, mereka memiliki kontrol yang lebih baik dalam menjaga jumlah tagihan mereka (75,8 vs. 59,3) dan menabung untuk pengeluaran yang besar (62,1 vs. 52,2).

Kota-kota negara maju di Australia (Adelaide: 21,7; Perth: 22,0; Brisbane: 24,5; Melbourne: 28,0; Sydney: 36,3), Korea Selatan (Busan 37,0) dan Taiwan (Taipei: 38,7) merupakan kota-kota yang paling pesimis terhadap prospek pekerjaan mereka.

Sementara itu, masalah yang menjadi perhatian bersama di kota-kota negara maju maupun negara berkembang berfokus sekitar “Keamanan dari Ancaman” (57,7 pada kota-kota di negara berkembang; 56,5 di negara maju). Kejahatan Keuangan (54,7 di kota-kota negara berkembang; 56,6 di negara maju) serta kejahatan dunia maya (55,8 di kota-kota negara berkembang; 50,9 di negara maju) menjadi sebab untuk suatu perhatian tertentu.

Georgette Tan, Group Head, Communications, Asia Pasifik, MasterCard dalam siaran pers, Senin (23/11/2015) mengatakan asumsi yang sering muncul di masyarakat ialah bahwa perkembangan ekonomi mengarah kepada berkurangnya tekanan keuangan, keluarga, dan pekerjaan. "Meskipun demikian, sudah jelas dipaparkan dalam Indeks Kesejahteraan Kota-kota di Asia Pasifik (Asia Pacific Cities Well-Being Index) yang pertama dari MasterCard tersebut bahwa masyarakat di negara maju lebih merasa sangat berada di bawah tekanan, baik di tempat kerja maupun dirumah. Seiring dengan lambatnya pertumbuhan ekonomi di negara maju, besar kemungkinan hal tersebut berdampak pada tingkat optimistime terhadap prospek pekerjaan. Apabila Anda tidak merasa senang dengan tempat bekerja Anda saat ini dan di luar sana hanya sedikit pilihan pekerjaan yang tersedia, kemungkinan Anda akan merasa lebih tertekan. Tekanan pekerjaan dan keuangan tersebut merupakan pemicu dari tekanan keluarga, sehingga angka-angka tersebut akan terlihat saling berhubungan. Namun, harus dicatat bahwa masyarakat secara keseluruhan, baik di kota-kota negara berkembang maupun negara maju tetap positif terhadap kesejahteraan mereka saat ini. Kesempatan dan kualitas hidup harus terus meningkat di seluruh kota di Asia Pasifik jika mereka ingin terus tumbuh dan berkembang.”

Metodologi

Responden diberikan 17 pertanyaan seputar empat komponen: Pekerjaan dan Keuangan (Work and Finances), Keamanan dari Ancaman (Safety from Threats), Kepuasan (Satisfaction), dan Kesejahteraan Pribadi (Personal Well-Being). Hasil dari tanggapan mereka kemudian dikonversi menjadi empat kategori sub-indeks, yang kemudian telah dirata-rata menjadi bentuk skor Indeks Kesejahteraan Kota-kota di Asia Pasifik (Asia Pacific Cities Well-Being Index). Skor indeks dan empat komponen skor indeks dari 0-100, dimana 0 merepresentasikan respon negatif maksimum, 100 merepresentasikan respon positif maksimum, dan 50 merepresentasikan netralitas.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI