Mahkamah Agung (MA) menolak PK yang diajukan mantan Direktur Utama IM2 Indar Atmanto, karena dianggap bertanggung jawab atas dugaan penyalahgunaan jaringan 2,1 Ghz atau 3G. Indar tetap diganjar hukuman sesuai dengan putusan kasasi Mahkamah Agung yaitu Vonis 8 tahun dan denda Rp 300 Juta serta hukuman uang pengganti sebesar Rp 1,358 Triliun kepada IM2.
Dalam siaran pers yang diterima Suara.com, Senin (9/11/2015), Nawawi Bahrudin, Direktur LBH Pers menyatakan IM2 tidak membangun jaringan seluler (BTS), sehingga tidak dapat dikatakan telah menggunakan frekuensi sendiri. Bekerja sama dengan Indosat, IM2 berposisi sebagai penyewa jaringan seluler indosat mobile (melalui BTS Indosat). Hal ini dapat dibuktikan dengan kartu sim yang digunakan untuk mengakses internet yang dikeluarkan oleh Indosat IM2. Bagi mereka yang wajib membayar Biaya Penggunaan Pita Frekuensi adalah Indosat sebagai BTS Pemilik, sedangkan IM2 sebagai penyewa hanya perlu membayar sewa ke Indosat. Dan BHP telah dibayar oleh Indosat kepada negara Rp. 1,3 Triliun.
Pemahaman penegak hukum tentang penggunaan pita frekuensi tidak sejalan dengan tatanan teknis telekomunikasi dan regulasi, maka dapat dianalogikan bahwa setiap orang termasuk Jaksa, Hakim yang menggunakan Smartphone, Handphone atau laptop untuk berinternetan maka bisa juga dikriminalkan menggunakan pita frekuensi tanpa izin.
Menteri Kemenkominfo yang oleh UU No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi dinyatakan sebagai pembina dan pengawas sektor telekomunikasi telah menyatakan dalam dua suratnya bahwa kerjasama Indosat dengan IM2 sudah sesuai peraturan perundangan dan peraturan pelaksanannya.
Oleh karena itu kami, Lembaga bantuan Hukum (LBH) Pers menyatakan sikap menolak Putusan PK Indar Atmanto, krn berpotensi membelenggu kebebasan mendapatkan manfaat pendidikan, informasi, sosial dan ekonomi dari internet. Kedua, menyatakan keprihatinan yang mendalam terhadap putusan MA yang berdampak sangat besar terhadap industri telekomunikasi, pelayanan masyarakat, serta perekonomian negara. yang mengakibatkan kurang lebih 300 penyelenggara Internet di Indonesia terancam di penjara.
Ketiga, mendorong Kementrian Kominfo sebagai instansi yang diberi kewenangan untuk melaksanakan Undang-undang Telekomunikasi untuk melakukan upaya-upaya nyata yang diperlukan agar terjamin kepastian hukum dan kepastian berusaha. "Serta mendukung Indar Atmanto untuk mengajukan Peninjauan Kembali sekali lagi untuk terciptanya keadilan dan kepastian hukum," tambah Nawawi.