Suara.com - Pengurus Cabang Asosiasi Bola Tangan Indonesia (ABTI) Kota Bogor bekerjasama dengan Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT) menyelenggarakan Kejuarasn Terbuka Bola Tangan se-Jabodetabek untuk pelajar di Lapangan Olahraga Sekolah Bina Bangsa Sejahtera, Bogor.
Perkembangan dunia olahraga semakin popular di masyarakat terutama kelompok generasi muda.
Ironisnya, olahraga Indonesia masih begitu lekat dengan sponsor dari industri rokok yang begitu bebas. Padahal tujuan olahraga justru sangat kontradiktif dengan dampak yang ditimbulkan dari konsumsi rokok itu sendiri. Sampai saat ini, Indonesia masih menjadi negara terbelakang dalam hal pelarangan iklan, promosi, sponsor dan kegiatan sosial perusahaan rokok, yang menarget remaja menjadi sarana utama konsumennya.
Data Riset Kesehatan Dasar 2013 menunjukkan lebih dari 60 persen perokok memulai kebiasaan buruknya ketika usia mereka masih di bawah 20 tahun. Sementara data Global Youth Tobacco Survey menunjukkan pesatnya peningkatan prevalensi perokok remaja (13-15 tahun) dari ‘hanya’ 12,6 persen pada 2006 menjadi 20,3 persen pada 2009.
“Kebanyakan dari peminat olahraga memang dari kalangan muda yang justru rentan terhadap paparan sponsor rokok. Untuk itulah tema Handball Open kali ini sengaja dibuat dengan tema “Handball Keren Tanpa Rokok” untuk mengajak anak-anak muda berprestasi lewat olahraga tanpa rokok” ungkap Heri Isnaeni, Ketua Pelaksana Handball Open Bogor 2014.
Pengurus Cabang Asosiasi Bola Tangan Indonesia Kota Bogor bersama Komnas Pengendalian Tembakau yang peduli terhadap isu bahaya rokok di kalangan remaja melakukan kampanye melalui kegiatan kejuaraan bola tangan yang bebas dari sponsor rokok. Kejuaraan terbuka yang dilaksanakan tahun ini merupakan kejuaraan yang kedua kalinya dilaksanakan di Bogor, dengan kejuaraan perdana pada tahun 2013 lalu. Antusiasme pelajar yang menjadi peserta tidak hanya datang dari Jabodetabek namun juga diikuti tim dari Bandung dan Kalimantan. Total peserta yang berpartisipasi pada kejuaraan tahun ini berjumlah hingga 1000 pelajar dari 29 tim putra dan putri yang berasal dari 24 sekolah.
Target Pemasaran Utama
Permasalahan merokok pada anak di Indonesia sudah mencapai taraf yang sangat memprihatinkan.
Sebanyak 62,5 persen perokok mulai merokok saat remaja sebelum usianya mencapai 19 tahun (Riskesdas 2010). Sementara itu Global Youth Tobacco Survey (GYTS) menunjukkan peningkatan prevalensi perokok remaja usia 13-15 tahun yang selama kurun waktu 3 tahun naik lebih dari 1,5 kali lipat yaitu dari 12,6 persen tahun 2006 menjadi sebesar 20,3 selanjutnya tahun 2009: laki-laki dari 24 persen menjadi 41 persen dan perempuan dari 2,3 persen menjadi 3,5 persen pada periode sama.
Kenaikan jumlah perokok terutama di kalangan muda ini merupakan kondisi darurat yang harus segera ditanggulangi oleh semua pihak baik pemerintah, DPR, dan seluruh masyarakat. Peraturan yang masih memperbolehkan iklan, promosi, dan sponsor rokok di berbagai media di Indonesia menjadikan anak-anak target eksploitasi pemasaran industri rokok.
“Anak-anak menjadi target pemasaran industri rokok karena mereka merupakan calon pelanggan setia seumur hidup yang bisa melanggengkan industri tersebut. Strategi yang efektif untuk menjerat anak-anak muda menjadi pecandu rokok adalah melalui iklan, promosi dan sponsorship, salah satunya dalam kegiatan olahraga” ungkap Fuad Baradja, Ketua Bidang Pendidikan dan
Pemberdayaan Masyarakat Komnas PT. Negara-negara dunia begitu serius mengambil tindakan dan membuat kebijakan ketat demi melindungi anak-anak dari dampak buruk konsumsi produk tembakau dan asap rokok melalui peraturan komprehensif dalam Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC).
Sayangnya Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asia Pasifik juga satu-satunya negara Islam anggota OKI yang menolak untuk berkomitmen dalam konvensi ini. Padahal Indonesia berperan aktif dalam proses pembentukannya.
Oleh karena itu, melalui kegiatan ini, ABTI dan Komnas PT mengajak seluruh masyarakat yang peduli terhadap kesehatan masyarakat khususnya anak-anak mengingatkan kembali bahwa segala peraturan dan upaya pengendalian tembakau harus diutamakan demi kepentingan perlindungan anak dari produk adiktif rokok. Sehingga melalui upaya komperhensif ini, tidak hanya hak perlindungan anak dari paparan zat adiktif dapat terpenuhi tetapi juga pemenuhan terhadap hak perlindungan kesehatan masyarakat secara umum.