Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menyadari, Indonesia bukan satu satunya negara yang menggunakan kebijakan fiskal countercyclical dalam mengatasi defisit. Ia juga membandingkan, Indonesia dengan negara lainnya yang menggunakan cara serupa dalam mengatasi defisit. Menurutnya, negara yang melakukan countercyclical dapat dipastikan bahwa defisit juga ikut naik. Untuk Indonesia sendiri, rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) telah bertambah sebesar 10,8 persen.
“Apakah itu besar? Besar untuk ukuran kita. Karena debt to GDP ratio (rasio utanng terhadap PDB) kita yang tadinya ada di kisaran 30 persen sekarang mendekati 40 persen. Jadi itu kenaikan. 30 persen sendiri dari pre Covid level,” ujar Sri Mulyani melalui telekonferensi BRI Microfinance pada, Kamis 10 Februari 2022. Sri membandingkan dengan negara lain yang melebar lebih dari 10 persen. “Tapi, kalau kita bandingkan dengan negara-negara lain yang melebar lebih dari 10 persen, maka kita menyadari bahwa Indonesia tidak satu-satunya yang menggunakan countercyclical,” katanya. Sementara itu, untuk negara yang mengalami pelebaran defisit yaitu Filipina yang naik sebesar 13,4 persen, Saudi Arabia 14 persen, Afrika Selatan dan Brazil 19 persen, bahkan India mengalami pelebaran defisit sebesar 24 persen. “Sehingga debt to GDP ratio mereka melonjak tinggi, bahkan sebagian dari negara-negara itu debt to GDP rationya sebelum Covid lebih tinggi dari Indonesia,” terangnya.
Rasio utang pemerintah Indonesia terhadap PDB yang sebelum COVID-19 berada di kisaran 28-30 persen, saat ini telah naik ke 40-41 persen. Menurut Ani, untuk negara yang sudah melonjak dua digit bahkan di atas 15 persen, maka harus hati-hati. Bahkan saat ini banyak negara emerging debt to GDP ratio-nya mendekati 90 persen dari PDB mereka. “Yang harus kita awasi dan kita pertimbangkan di dalam terus menjaga ekonomi Indonesia. Karena ekonomi Indonesia sama seperti semua ekonomi di dunia adalah ekonomi yang terbuka,” katanya. Sumber: viva