Dalam memperkuat ketahanan pangan nasional, Kementerian Koperasi dan UMKM (Kemenkop-UKM) akan mewujudkan koperasi modern yang bergerak dis ektor pangan.
Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM, Arif Rahman Hakim, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (14/2/2022), mengatakan bahwa program ini merupakan Korporatisasi Petani yang kemudian dikembangkan menjadi Integrated Farming.
"Dalam integrated farming, kami akan kembangkan Koperasi Multi Pihak untuk menyejahterakan anggota dan masyarakat sekitar. Program ini merupakan inovasi di sektor pertanian dan peternakan yang akan menjadi andalan Sumedang untuk sektor pangan," jelas Arif.
Menurut dia, sistem Integrated Farming ini dimanfaatkan untuk produktivitas sektor pertanian, di mana kotoran sapi dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kandang bagi pakan ternak hijauan. Serta, dapat juga dijadikan biogas sebagai energi alternatif untuk kebutuhan keseharian anggota koperasi dan masyarakat sekitar.
Dia mengatakan, pembukaan Integrated Farming ini merupakan tindak lanjut dari kunjungan Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki ke Mas Ihsan Farm milik Sri Darmono Susilo di Cikampek belum lama ini yang terbilang sukses menerapkan integrated farming sistem. Ini yang akan direplikasi di banyak daerah lain di Indonesia.
"Upaya Kabupaten Sumedang dalam membangun kluster pangan, seperti ternak sapi, domba, yang juga dapat diintegrasikan dengan ketersediaan pakan ternak yang bersumber dari kacang koro. Dengan begitu, ekosistem integrated farming dapat menjadi andalan Pemerintah Kabupaten Sumedang," kata Arif Rahman.
Lebih dari itu, lanjut Seskemenkop-UKM, program Integrated Farming juga merupakan exit strategy dari tantangan terhadap kebutuhan kemandirian pangan bagi suatu negara. "Kebutuhan akan pangan sangat mendesak dan menjadi tantangan bagi dunia di tengah ancaman krisis pangan sehingga perlu kita antisipasi sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam," kata Arif Rahman.
Integrated Farming System merupakan sistem pertanian dengan upaya memanfaatkan keterkaitan antara tanaman perkebunan, pangan, hortikultura, hewan ternak, dan perikanan untuk mendapatkan agro ekosistem yang mendukung produksi pertanian (stabilitas habitat), peningkatan ekonomi, dan pelestarian sumber daya alam.
Menurut Arif, integrated farming system, yang mengelola potensi pertanian dari hulu ke hilir, dianggap menjadi model yang pas untuk ditiru para petani dan peternak, maupun koperasi di sektor pangan. Tak hanya dinilai bisa meningkatkan kesejahteraan petani, integrated farm ini juga diyakini mampu memperkuat ketahanan pangan di Indonesia.
Dia mencontohkan, di Mas Ihsan Farm, saat ini hasil pertanian dan peternakan yang menerapkan model integrated farming system mampu menghasilkan omzet Rp8-Rp11 miliar per bulan. Di atas lahan berukuran 20 hektare itu mampu dihasilkan aneka produk. Mulai dari pangan, energi (biogas), pakan ternak, hingga pupuk organik (asam humat).
Jika dari seekor sapi atau domba, hanya menghasilkan pendapatan tak lebih dari 30 persen. Namun, peternakan terintegrasi dengan sistem Closed-Loop akan menghasilkan banyak produk yang memiliki nilai ekonomi jauh lebih tinggi.
Dari seekor sapi, 30 persen hanya menghasilkan energi dan daging. Sementara, 70 persen lainnya menghasilkan biogas, pakan, dan pupuk kompos. Yang paling mahal adalah menghasilkan bibit atau sel sapi (sperma dan sel telur).
"Namun, yang terpenting dalam pengelolaan model pertanian integrated farm ini letaknya pada kemampuan dari SDM menghubungkan antar elemen yang ada sehingga diharapkan memang benar-benar dipelajari secara menyeluruh dan mendalam," papar Seskemenkop-UKM.
Oleh karena itu, Arif Rahman berharap Mas Ihsan Farm milik Darmono bisa menjadi inkubator bagi UKM (petani dan peternak) yang akan belajar tentang integrated farming. Mereka akan ikut nyata berproses dari awal hingga produk dilepas ke pasar.
"Kita memang harus fokus pada produksi dan pemasaran. Kami akan rancang model bisnisnya hingga menyiapkan offtaker," tegas Seskemenkop-UKM.