Warga masih melestarikan ritual tahunan keduk beji di Desa Tawun, Kecamatan Kasreman, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Tahun ini ritual adat tersebut dikemas berbeda dan disambut antusias masyarakat.
Bupati Ngawi beserta Ny Antik Budi Sulistyono menghadiri ritual keduk Beji. (Foto: Ardian Febri TH/TIMESIndonesia)
Menurut Kanang panggilan akrab Budi Sulistyono, banyak anak muda saat ini melupakan adat istiadat asli daerah. Dengan memberikan sentuhan berbeda pada ritual keduk beji sehingga menjadi salah satu ikon wisata Ngawi dan dikenal warga di luar daerah.
Keduk beji biasanya digelar hari Selasa Kliwon usai masa panen raya. Ritual itu digelar sebagai sarana penghormatan kepada Eyang Ludro Joyo atas sumber penghidupan keduk beji.
Supomo sesepuh Desa Tawun mengatakan, ritual ini berawal dari (legenda) warisan Eyang Ludro Joyo yang dulu pernah bertapa di Sumber Beji untuk mencari ketenangan dan kesejahteraan hidup.
Inti dari ritual keduk beji adalah penyilepan atau penyimpanan kendi yang berisi air legen di pusat sumber air Beji. Pusat sumber tersebut terdapat di dalam gua yang terdapat di dalam sumber Beji.
Prosesi upacara keduk beji diawali berkumpulnya warga Desa Tawun, Kecamatan Kasreman, Ngawi di sumber berukuran 20 x 30 meter. Para pemuda kemudian menceburkan diri ke sumber Beji untuk membersihkan kotoran dengan mengambil sampah dan daun-daun yang mengotori sumber Beji. (*) (MG-159)