home Nasional Ibukota China, Kunjungan Menlu AS, dan Sengketa di Laut Natuna: Ujian Bagi RI Kamis, 16 Desember 2021 | 11:01 WIB BBC Loading... Loading...
KlikBabel.com - Indonesia dan Amerika Serikat sepakat memperpanjang kerja sama keamanan maritim di tengah di tengah ketegangan AS dengan China, serta konflik baru-baru ini antara Indonesia dengan China di Laut Natuna.
Kementerian Luar Negeri Indonesia menepis kerja sama ini akan pengaruhi hubungan China-Indonesia.
Namun, pakar hukum kelautan menilai kerja sama Indonesia-AS akan mengintensifkan ketegangan baru di Kawasan Perairan Kepulauan Natuna.
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi duduk satu meja bersama Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken untuk membubuhi tanda tangan di atas kertas perjanjian.
Kedua perwakilan negara, menyepakati "perpanjangan MoU kerja sama maritim yang akan berlaku sampai tahun 2026".
Kesepakatan tersebut meliputi keamanan, sumber daya kelautan, konservasi dalam pengelolaan perikanan, serta keselamatan dan navigasi maritime.
"Dan, guna memperkuat kerja sama di bidang keamanan, kita sepakat membentuk mekanisme dialog 2+2 kementerian luar negeri, kementerian pertahanan, di tingkat pejabat senior," kata Menteri Retno dalam jumpa pers, Selasa (14/12).
Sementara, Antony Blinken dalam pidato sebelumnya di sebuah universitas mengatakan negaranya akan bekerja dengan sekutunya di Asia tenggara untuk memastikan kawasan ini tetap terbuka dan bisa diakses.
Dia mengatakan China "bertindak agresif" di Laut China Selatan, mengancam pergerakan perdagangan senilai lebih dari tiga triliun dolar.
"Biar saya perjelas: tujuan mempertahankan tatanan berbasis aturan bukanlah untuk menjatuhkan negara mana pun. Sebaliknya, ini untuk melindungi hak semua negara untuk memilih jalan mereka sendiri, bebas dari paksaan dan intimidasi," kata Blinken seperti dikutip reuters.
Kunjungan ke Indonesia dengan buah tangan kesepakatan ini merupakan rangkaian safari diplomasi AS dalam rangka menyeimbangkan pengaruh China di Asia Tenggara. Malaysia dan Thailand akan menjadi negara tujuan safari berikutnya setelah Indonesia.
Kunjungan menteri kabinet pertama Presiden Joe Biden ke Jakarta ini berlangsung beberapa minggu setelah sebuah China dilaporkan meminta Indonesia menghentikan eksplorasi pengeboran minyak dan gas di Natuna — kawasan yang diklaim Beijing merupakan teritorinya di Laut China Selatan.
Teritori Laut China Selatan yang diklaim China ini bukan hanya di Natuna, tapi juga menyinggung batas laut Filipina, Malaysia, Vietnam, Taiwan, dan Brunei Darussalam.
Konflik antara kapal nelayan Indonesia dengan China juga terjadi setiap tahun, di mana kapal-kapal China masuk ke dalam Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) di kawasan Natuna.
Padahal sebelumnya, Indonesia-China telah menyepakati tak ada sengketa soal ZEE "untuk menjaga stabilitas Kawasan".
'Isu Laut China Selatan akan sering muncul'
Pakar hukum laut Indonesia dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Faudzan Farhana menyebut langkah diplomasi ini sebagai "kunjungan menarik".
Sebab, dalam lima tahun terakhir, AS disebutnya lebih tegas datang ke Indonesia untuk "semacam mengimbangi lagi situasi" hubungan China dengan Indonesia.
"Di satu sisi, Amerika mau memanfaatkan situasi ini dengan adanya perselisihan Indonesia dengan Tiongkok terkait pengeboran itu.
"Di sisi lain, menunjukkan bahwa mereka mengawasi perkembangan politik, hubungan antara Indonesia dengan Tiongkok," kata Faudzan kepada BBC News Indonesia, Selasa (14/12).
Di tengah situasi ini, China diyakini akan mengevaluasi kerja sama dengan Indonesia.
Kapal-kapal China yang masuk dalam ZEE Indonesia yang ia disebut sebagai "peristiwa rutin tahunan" merupakan upaya provokasi China di Laut China Selatan, "akan sering muncul" setelah kunjungan Blinken.
"Mereka [China] akan mengetes apakah Indonesia jadi lebih garang dengan kedatangan Blinken atau nggak," tambah Faudzan.
Ini akan menjadi ujian bagaimana Indonesia akan bersikap di antara kedua negara besar tersebut, kata Faudzan.
Sementara itu, peneliti pusat kewilayahan Paulus Rudolf Yuniarto juga meyakini China akan mengerahkan kekuatannya untuk mengirimkan kapal patroli di Laut China Selatan, termasuk di Pulau Spardley yang disengketakan.
Namun, langkah itu ia katakan bisa memperlihatkan citra buruk Beijing di Asia Tenggara.
"Tindakan keras China di Laut China selatan mengikis reputasi mereka sebagai entitas politik yang ramah dan menjauhkan pandangan China yang kuat sumber kekuatan lunaknya di Asia Tenggara," katanya dalam keterangan tertulis.
AS dan China 'sama-sama strategis'
Direktur Jenderal Amerika dan Eropa, Kementerian Luar Negeri, I Gede Ngurah Swajaya menepis kerja sama Indonesia-AS ini akan memengaruhi hubungan dengan China.
"Kita dengan China juga strategic partnership, kita dengan Amerika juga strategic partnership," kata Ngurah kepada BBC News Indonesia, Selasa (14/12).
Selama kerja sama ini berkaitan dengan kepentingan bersama, "Saya kira tidak ada masalah," katanya.
"Jadi, kita nggak bisa menyebutkan bahwa peningkatan kerjasama dengan Amerika akan mengorbankan kerja sama dengan China. Nggak, atau sebaliknya," tambah Ngurah.
Selain kerja sama maritim, Indonesia juga menjalin hubungan saling untung dalam pendidikan, dukungan vaksin dari AS, pembangunan ekonomi hijau, digitalisasi ekonomi, akses pendanaan serta kesetaraan gender dan pendanaan bagi UMKM perempuan.
"Misalnya dalam rangka menangani climate change, kan kita semua sepakat untuk meningkatkan renewable energy, jadi itu kerjasamanya bagaimana mengembangkan renewable energy," kata Ngurah.
Lebih lanjut ia juga memastikan tak ada kerja sama patroli bersama antara Indonesia-AS di Laut Natuna.
"Nggak pernah ada ikut patroli itu. Jadi yang ada itu adalah skema latihan bersama, latihan militer bersama, baik itu Angkatan Laut, Angkatan Darat maupun Angkatan Udara," tambahnya.
Indonesia-AS latihan bareng tahun depan
Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksdya TNI Aan Kurnia memastikan kerja sama yang akan ditempuh dengan AS adalah "meningkatkan, kemampuan atau skill SDM Bakamla yang mana tentunya coast guard Amerika ini kan punya pengalaman lebih."
"Jadi itu, memang rencana tahun depan ini di awal tahun, mereka akan ke sini, kita akan latihan," kata Aan Kurnia kepada BBC News Indonesia, Selasa (14/12).
Ia menambahkan belum ada kerja sama teknologi pertahanan laut sejauh ini.
Bakamla masih tetap berpatroli khususnya di wilayah perairan Kepulauan Natuna. Sejauh ini kata dia "aman terkendali".
"Kita tetap beroperasi di ZTE (Zona Tangkap Ekslusif) sama Landas Kontinen. Dan itu merupakan wilayah kita yang sah sesuai dengan UNCLOS (Konvensi PBB tentang Hukum Laut).
"Jadi makanya, saya Bakamla dalam hal ini, AL tetap menjaga aktivitas semua baik itu nelayan, baik itu, rit yang dioperasikan oleh ESDM atau SKK Migas kita selalu mengawal," kata Aan Kurnia.
Selain itu, kisruh larangan oleh China terkait pengeboran di lepas pantai Natuna juga diklaim telah selesai.
"Sejak Juli-November itu saya kawal terus, oleh Bakamla, dan gantian dengan AL. dan buktinya kan sudah selesai, artinya fine-fine saja. Nggak ada masalah," tambah Aan Kurnia.
Ia juga menegaskan kerja sama dengan AS di bidang latihan personil pertahanan ini tak akan berpengaruh terhadap hubungan dengan China.
"Jadi kita boleh saja bergaul sama siapa pun selama itu positif, selama itu bisa meningkatkan skill kemampuan, knowledge untuk personil saya kenapa nggak. Jadi boleh-boleh saja… Selama masih sesuai dengan kebijakan pemerintah," katanya.
'Harus tetap waspada'
Sementara itu, Peneliti Senior di Pusat Riset Politik BRIN Ganewati Wuryandari menggambarkan langkah yang diambil pemerintah Indonesia ini sebagai "politik bebas aktif" di antara kekuatan China dan AS.
"Tetap menekankan strategic autonomy dalam foreign policy kita. Sekalipun ada tarikan-tarikan antara AS atau China terhadap Indonesia," kata Ganewati kepada BBC News Indonesia.
Bagaimana pun, penulis buku "Politik Luar Negeri Indonesia di Tengah Pusaran Politik Domestik" ini juga memperingatkan pemerintah untuk tetap mewaspadai China atas klaim Laut China Selatan.
China menggunakan dasar nine-dash line atau sembilan garis putus-putus dalam peta untuk mengklaim seluruh Kawasan Laut China Selatan.
"Meskipun secara hukum laut internasional kita kuat, sebagai negara kepulauan. Tapi, China dengan nine-des-line itu tidak ada dasarnya, tapi karena dia punya kekuatan itu yang harus kita waspadai," tambah Ganewati.
Loading... loading...
Penulis : -
Editor : septiani
Sumber : Suara.com
bagikan
halaman ini Berita Terkait Bertemu Menlu Prancis, Menlu Retno Bahas Kerja Sama di Sektor Kesehatan hingga Pertahanan KTT ASEAN-Cina: Presiden Xi Jinping Janji Tak Menindas Negara-negara Kecil Kasus Flu Burung di Cina Meningkat, Para Ahli Khawatir Bisa Menjadi Lebih Ganas Kabar Baik, Indonesia Kedatangan 4 Tahap Vaksin Covid-19 Dalam Sehari Bertemu Menlu Retno, Ini Pesan Khusus dari Taliban untuk Indonesia Topik #China #menlu retno marsudi Menlu Beberkan Kondisi 26 WNI yang Berhasil Dievakuasi dari Afghanistan 1,5 Juta Dosis Vaksin AstraZeneca Tiba di Indonesia, Menlu Retno: Alhamdulillah Heboh! 170 WN China Kembali Masuk Indonesia, Ini Respon Kemenhub China Sebut Roketnya Tak Akan Sebabkan Kerusakan Bumi Tiba di Indonesia Sabtu Ini, 1.389.600 Dosis AstraZeneca Komentar Berita Terbaru 17 Hours Puluhan Siswa SD Di Pangkalpinang Jalani Vaksinasi Covid-19 Perdana Untuk Usia 6-12 Tahun 18 Hours Reformasi Birokrasi Disebut Hanya Melemahkan Pengawasan Terhadap Pemerintah 21 Hours Bongkar Peluang Anies Baswedan di Pilpres 2024, Pengamat Sebut Harus Kerja Keras 1 Day Aturan Baru Karantina Covid-19: Pejabat Bisa Karantina di Rumah Kurang dari 10 Hari 1 Day Korban Tewas Badai Tornado Kentucky Tembus 74 Orang, 100 Lainnya Hilang 1 Day Dorong Peningkatan Pendapatan Petani, Presiden Minta Kelembagaan Food Estate Diperkuat 1 Day Temui Wapres Ma'ruf, Ulama Dari Abu Dhabi Penasaran Dengan Toleransi Di Indonesia 1 Day Gubernur Erzaldi Berbagi Bersama Anak Yatim dan Lansia 1 Day Perempuan Punya Hak dan Kewajiban yang Sama Wujudkan Kesejahteraan Bangsa 1 Day Sekolah "Sekuntum Melati" Lahirkan Perempuan Babel yang Hebat